KOMPAS.com - Pernahkah Anda merasa, ketika merasa lapar Anda lebih mudah tersinggung?
Jika ya, mungkin Anda sedang mengalami "hangry" atau istilah untuk menggambarkan bahwa kelaparan mampu mengubah suasana hati dari senang menjadi mudah tersinggung secara irasional.
Kini, sebuah penelitian dibuat untuk menyelidiki hal ini. Para peneliti menemukan bahwa kelaparan yang membuat orang lebih mudah tersinggung lebih rumit dari sekadar masalah gula darah yang turun.
Menurut para peneliti, hal tersebut tampaknya menjadi respons emosional yang rumit antara isyarat biologis, kepribadian, dan lingkungan.
"Secara umum diterima bahwa rasa lapar dapat mempengaruhi suasana hati kita dan bahkan perilaku seperti agresi dan impulsif," ungkap Jenifer MacCormack, penulis pertama studi ini dikutip dari Time, Senin (11/06/2018).
"Tapi kita masih belum tahu banyak tentang mekanisme psikologis yang mengubah rasa lapar menjadi perasaan hangry," sambung kandidat doktoral dari University of North Carolina tersebut.
Untuk itulah, MacCormack kemudian melakukan serangkaian penelitian.
"Tujuan penelitian kami adalah untuk lebih memahami mekanisme psikologis dari keadaan emosi yang diinduksi ileh kelaparan - dalam hal ini, bagaimana seseoang menjadi mudah marah ketika lapar," ujar MacCormack dikutip dari Science Alert, Selasa (12/06/2018).
Untuk mendapat temuan ini, para peneliti melakukan dua percobaan online yang melibatkan 400 orang Amerika. Kedua percobaan tersebut dilakukan untuk menentukan bagaimana rasa lapar mempengaruhi emosi seseorang.
Setelah menentukan seberapa lapar para peserta melalui survei refleksi diri, para peneliti menunjukkan gambar yang dirancang untuk menimbulkan perasaan positif, negatif, dan netral.
Selanjutnya, para peserta diminta menilai gambar ambigu dari pictograph China. Penilaian ini menggunakan 7 poin dimulai menyenangkan hingga tidak menyenangkan.
Dalam hasil yang dipublikasikan di jurnal Emotion, para peserta lapar yang ditunjukkan citra negatif lebih mungkin menemukan pictograf yang tidak menyenangkan.
"Idenya adalah bahwa gambar negatif memberikan konteks bagi orang untuk menafsirkan perasaan lapar mereka sebagai makna pictograf yang tidak menyenangkan," ujar MacCormack.
"Jadi tampaknya ada sesuatu yang istimewa tentang situasi yang tidak menyenangkan yang membuat orang-orang memanfaatkan rasa lapar mereka lebih dari situasi yang menyenangkan atau netral," imbuhnya.
MacCormack dan timnya kemudian melakukan percobaan ketiga untuk memastikan hasil tersebut. Pada percobaan di laboratorium kali ini, mereka merekrut hampir 250 mahasiswa.
"Mereka tidak tahu ini adalah percobaan tentang rasa hangry," kata MacCormack.
Sebanyak 118 peserta diminta berpuasa selama 5 jam. Sedangkan 118 peserta lain diminta untuk makan sebelum percobaan.
Sesampainya di laporatorium, separuh mahasiswa dari kedua kelompok diminta menulis esai yang berfokus pada emosi yang mereka rasakan.
Setengah peserta lainnya diminta menulis esai tentang 'hari yang netral tanpa emosi'.
Kemudian, para mahasiswa tersebut dimasukkan dalam latihan komputer yang membosankan dan sulit.
"Saya mendesain tugas palsu ini dengan lingkaran berwarna. Warna yang digunakan mencolok, cerah, dan sulit dilihat, dan itu tugas yang sulit dengan seratus uji coba," kata MacCormack.
Namun, hal itu tak cukup. Tim peneliti juga memprogram komputer yang digunakan peserta untuk eror. Hal ini digunakan untuk menyalahkan peserta.
"Oh, tombol apa yang Anda tekan? Anda pasti telah menyebabkan eror," kata MacCormack.
"Lalu kami membiarkan mereka merasa marah selama dua menit. Tidak ada yang marah secara langsung pada saya, tapi beberapa orang terlihat gugup dan kesal," sambungnya.
Maka, ketika para peserta diminta untuk mengisi kuesioner tentang emosi dan kualitas eksperimen hasilnya cukup negatif.
Meski begitu, para peneliti menemukan bahwa para peserta yang lapar merasakan emosi tidak menyenangkan jauh lebih besar seperti stres dan kebencian.
"Terlepas dari istilah 'hangry', kami menemukan bahwa efek ini tidak khusus untuk kemarahan," kata rekan penulis penelitian Kristen Lindquist, asisten profesor di Psikologi & Neuroscience di UNC.
"Orang-orang dalam penelitian kami lebih cenderung merasakan negativitas yang kuat secara umum ketika mereka lapar dan sesuatu yang buruk terjadi — menunjukkan bahwa merasa lapar dapat mengubah banyak emosi negatif seperti marah, stres, atau jijik," tambahnya.
Untuk menghilangkan perasaan hangry ini, Anda bisa memusatkan perhatian pada emosi yang sebelumnya. Dengan kata lain, jika Anda memikirkan baik-baik apa yang dirasakan maka amarah akan menghilang.
"Cukup mengambil langkah mundur dari situasi ini dan mengenali bagaimana perasaan Anda, Anda masih bisa menjadi diri sendiri bahkan ketika lapar," kata MacCormack.
Sayangnya, penelitian ini hanya terbatas mengamati orang Amerika saja. Ini membuat masalah tentang hangry ini tidak terkonfirmasi apakah ada di seluruh dunia.
Meskipun demikian, ini adalah pandangan yang menarik tentang bagaimana lingkungan dan kepribadian mungkin lebih mungkin membuat orang hangry.
"Tubuh kita memainkan peran yang kuat dalam membentuk pengalaman, persepsi, dan perilaku dari waktu ke waktu - ketika kita lapar versus kenyang, lelah versus beristirahat atau sakit versus sehat," kata MacCormack.
Dan jika Anda merasa sedikit pemarah, mundur selangkah dan pikirkan tentang emosi Anda untuk sedikit - itu mungkin membantu Anda dari berubah menjadi kekacauan hangry.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/13/170000723/sains-di-balik-mengapa-orang-mudah-marah-saat-lapar