Bukan dengan proses bayi tabung, mereka justru menggunakan DNA dari tiga orang berbeda untuk mengerjakannya.
Menurut direktur klinik Valery Zukin, hal yang dilakukan kliniknya adalah mewujudkan mimpi seorang wanita yang ingin memiliki anak kandung.
Dilansir NPR, Rabu (6/6/2018), sejauh ini klinik Nadiya telah melakukan praktik ini kepada 21 wanita yang datang dari berbagai negara. 14 di antaranya gagal dikarenakan pasien wanita sudah berusia lanjut. Saat ini sudah ada empat pasien yang melahirkan, salah satunya berasal dari Swedia.
Pada dasarnya, program kehamilan melibatkan tiga orangtua sekaligus adalah praktik yang dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS.
Tak heran, beberapa ahli etika dan genetika terkemuka mengkritik praktik di klinik Zukin karena dirasa terlalu terburu-buru menggunakan metode ini untuk infertilitas.
Pasalnya, tidak ada yang tahu apakah bayi yang dilahirkan dengan cara ini akan tetap sehat dan tidak mengalami gangguan kesehatan.
Membahas kritik tersebut, Zukin tetap pada pendiriannya.
"Sebagai dokter, saya hanya mengerti satu hal. Kami membantu para orangtua yang tidak bisa mendapat keturuan agar memiliki anak biologis. Itu saja," kata Zukin kepada NPR.
Dalam melakukan praktiknya, klinik Zukin memberi harga berbeda untuk warga Ukraina dan WNA. Bagi warga Ukraina dikenai biaya sekitar Rp 112 juta, sementara WNA dan orang asing Rp 210 juta.
Mentransfer DNA dari sel telur ke sel telur
Zukin dibantu rekannya, Pavlo Mazur yang seorang ilmuwan klinik embrio untuk mentransfer DNA dari sel telur ke sel telur.
Mazur menyimpan embrio di dalam inkubator laboratoriumnya.
Ia menunjukkan dua embrio, masing-masing berada di piringan berbeda.
Satu piringan adalah embrio hasil pembuahan sperma dan sel telur pasangan yang ingin memiliki momongan. Piringan kedua adalah embrio hasil pembuahan pria yang sama dengan wanita pendonor.
Kedua embrio kemudian diletakkan di bawah mikroskop besar. Dalam waktu sekitar 15 menit, Mazur menyelesikan prosedur rumit tanpa risiko merusak embrio.
Ia menggunakan jarum kecil berongga dan memasukkannya ke dalam telur yang dibuahi untuk mengekstraksi DNA calon orangtua.
Hal yang sama dilakukannya pada telur kedua yang dibuahi, semua DNA dikeluarkan kecuali DNA mitokondria.
Mitokondria menyediakan energi untuk telur. Kerusakan DNA mitokondria pada wanita adalah alasan yang menyebabkan susah hamil.
Menurutnya, dengan menggunakan donor DNA mitokondria akan memungkinkan pasien menghasilkan embrio dan melahirkan bayi yang sehat.
"Mitokondria ini seperti mata uang universal untuk sebuah sel. Ia membantu semua proses di dalam sel," terang Mazur.
Setelah itu, Mazur memindahkan DNA dari pasangan yang berusaha memiliki seorang anak ke embrio donor yang hanya berisi DNA mitokondria wanita lain dengan bantuan jarum dan suntikan.
"Proses selesai. DNA pasangan kini akan berkembang menjadi embrio dan setelah itu dipindahkan ke rahim wanita yang ingin hamil," kata Mazur.
Mazur sendiri mengaku tidak setuju dengan istilah bayi dari tiga orangtua, karena bayi berasal dari DNA pasangan yang ingin memiliki momongan dan pendonor telur yang memberikan gen mitokondria.
"Bayi-bayi ini memiliki DNA ayah dan ibunya. Jadi secara genetis ia mewarisi genetika orangtuanya mulai dari warna mata, rambut, tinggi, berat badan, dan kepribadian," jelasnya.
"Anak-anak ini nantinya akan lebih mirip orangtua mereka, bukan pendonor mitokondria," imbuhnya.
Ia pun berencana menjelaskan prosedur ini dalam pertemuan tahunan European Society of Human Reproduction and Embryology di Barcelona Juli nanti.
Hingga saat ini, prosedur ini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli medis dan genetika.
Untuk proses program hamil dengan tiga DNA, lebih jelasnya dapat dilihat dalam video ini:
https://sains.kompas.com/read/2018/06/13/124007623/klinik-di-ukraina-buat-program-kehamilan-dari-tiga-orangtua-kok-bisa