KOMPAS.com - Berbohong adalah salah satu hal yang sering dilakukan manusia. Manusia mulai berbohong sejak usia tiga atau empat tahun.
Pada titik tersebut dalam perkembangan otak manusia, kita belajar bahwa ada "alat" yang serbaguna dan kuat. Dengan alat tersebut, kita bisa bermain dengan kenyataan dan mempengaruhi apa yang terjadi.
Meski begitu, berbohong selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang buruk dan tidak boleh dilakukan. Namun, berbohong juga menimbulkan sensasi tersendiri yang membuat beberapa orang terus menerus melakukannya.
Kondisi orang yang terus menerus berbohong disebut dengan penyakit kebohongan. Orang-orang tersebut tidak bisa berhenti menyebarkan informasi salah tentang diri mereka sendiri dan orang lain.
Alasan psikologis mengapa beberapa orang seperti ini sebenarnya masih menjadi misteri.
Namun, dalam edisi ketiga buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, penyakit kebohongan ini merupakan gangguan kepribadian seperti juga psikopati dan narsisme.
"Saya pikir itu berasal dari cacat dalam sambungan naurologis pada hal yang menyebabkan kita memiliki rasa kasih dan empati," ungkap Judith Orloff, seorang psikiater sekaligus penulis buku he Empath's Survival Guide dikutip dari Business Insider, Minggu (10/06/2018).
"Karena narsisis, sosiopat, dan psikopat memiliki apa yang disebut ganguan kekurangan empati, yang berarti mereka tidak merasakan empati dengan cara biasa," sambungnya.
Bukan Masalah Besar
Ketika Anda tidak peduli dengan orang lain, kebohongan bukan menjadi masalah besar. Itu karena kurangnya empati yang merupakan kurangnya hati nurani.
"Ketika mereka berbohong, hal itu tidak menyakiti mereka dengan cara yang sama dengan kita," ujar Orloff.
"Begitu banyak orang yang menjalin hubungan dengan pembohong patologis, atau tidak mengerti mengapa mereka harus berbohong, karena mencoba menyesuaikan dengan orang lain dalam standar yang disebut empati," sambungnya.
Sayangnya, para pembohong patologis ini tidak bisa menyesuaikan diri. Mereka mungkin tidak menyadari sedang melakukan kebohongan.
Kekuasaan
Orloff mengatakan, mereka (pembohong patologis) benar-benar percaya bahwa mereka mengatakan kebenaran di waktu lain. Bagi mereka, yang terpenting bukan fakta tersebut, tapi kekuasaan atas seseorang.
Dilansir dari Psychology Today edisi Januari 2017, seringkali orang berbohong karena mereka mencoba mengendalikan situasi dan menggunakan pengaruh.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keputusan atau reaksi yang mereka inginkan.
Apalagi jika kebenaran adalah sesuatu yang "tidak nyaman" karena tidak sesuai dengan narasi mereka.
Ketika kebohongan dimulai, itu bisa berakhir dengan manipulasi korban. Terutama ketika realitas tersebut diulang-ulang oleh pelaku, maka orang mungkin akan mulai percaya terhadap kebohongan tersebut.
"Kekuatan hubungan yang hebat adalah ketika Anda bisa mengatakan kebenaran satu sama lain, dan saling percaya, dan selalu jujur - dan dengan pembohong patologis Anda tidak bisa mempercayai mereka," kata Orloff.
"Anda tidak bisa mendasarkan hidup pada kata-kata mereka. Ini seperti defisit moral, dan tidak ada pertanggungjawaban. Seseorang yang pembohong patologis tidak akan mengatakan aku menyesal melakukannya. Mereka akan mengatakan itu salahmu," sambungnya.
Satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari cengkeraman seorang pembohong yang patologis adalah untuk menjadi cukup kuat untuk mengatakan "tidak ini bukan salahku, ini tidak benar bagi saya, jadi saya tidak bisa benar-benar mempercayai Anda," kata Orloff.
Membuat Alasan
Sayangnya, para korban justru cenderung meragukan diri sendiri. Ini mungkin terjadi karena kebohongan yang dilakukan pembohong patologis meningkat tanpa disadari.
Dengan kata lain, ketika satu kebohongan kecil dimulai kebohongan-kebohongan lain muncul untuk menutupinya.
"Jika seseorang berbohong, jangan mencoba dan membuat alasan tentang hal itu," kata Orloff.
"Sebuah kebohongan adalah kebohongan. Dan jika Anda mengungkapkannya kepada orang itu dan mereka mengatakan itu salahmu, atau tidak terjadi, maka ada sesuatu yang sangat salah terjadi," tambahnya.
Tidak Selalu Jahat
Linda Blair, seorang psikolog, menyebut bahwa pembohong patologis hanya terlalu impulsif untuk berkata jujur.
Skala impulsif reflektif sebenarnya telah tertanam dalam gen manusia. Sangat sulit untuk seseorang yang sangat impulsif untuk berpikir sebelum melakukan sesuatu.
"Jika Anda adalah seorang yang impulsif, sangat sulit untuk menghentikan kebiasaan itu. Namun jika Anda memiliki perasaan yang sangat buruk di dalam diri (karena berbohong) Anda harus menyelesaikan masalah sekarang," kata Blair.
"Jadi ketika sampai di kepalamu, kau hanya mengatakannya. Itu tidak berarti kau harus berbohong, tapi sedikit lebih sulit bagimu untuk berhenti berbohong, lebih dari itu untuk seseorang yang lebih reflektif," imbuhnya.
Kebohongan patologis dan narsisisme tidak identik, mereka kadang-kadang berjalan seiring. Dalam kasus lain, pembohong patologis mungkin tidak memiliki kapasitas untuk menghentikan diri mereka sendiri.
Blair mengatakan, mereka hanya perlu belajar mengendalikan dorongan dan kompulsi mereka. Kebohongan mereka tidak selalu datang dari tempat yang buruk.
"Kurasa itu bukan sesuatu yang mereka tahu bagaimana cara menghadapinya," katanya.
"Kami pikir mungkin itu ada hubungannya dengan fungsi otak yang sebenarnya dan cara otak beberapa orang bekerja, yang membuatnya jauh lebih sulit bagi mereka untuk memahami efeknya terhadap orang lain ... Kami pikir, tapi kami belum tahu dengan pasti," sambung Blair.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/12/190310223/kenapa-beberapa-orang-tidak-bisa-berhenti-berbohong