Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Alasan Mengumpat Bisa Jadi Baik Bagi Kita

KOMPAS.com - Mengumpat atau dalam bahasa Jawa disebut "misuh" dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan dan kasar. Namun, para ahli melihat perilaku mengumpat juga memiliki dampak positif bagi kita.

Para ahli bahasa, psikolog dan ahli kecerdasan menemukan bahwa perilaku mengumpat ternyata menggambarkan kekayaan kosakata yang kita miliki. Semakin fasih mengumpat, semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki. 

Dilansir dari Mental Floss, Rabu (6/6/2018), berikut adalah 6 alasan penting menurut para ahli yang menjelaskan mengapa mengumpat baik bagi kita.

Mengumpat menjadi penetral emosi

Saat Anda mengucapkan kata-kata kotor saat marah atau bersedih, mungkin Anda sedang mengalami proses katarsis atau pelepasan dari ketegangan emosi. Anda memberi ruang untuk mengekspresikan emosi kita dan melampiaskannya melalui kata-kata.

Menurut seorang psikolog terkemuka, Timothy Jay, umpatan merupakan bentuk komunikasi yang tidak bisa dilakukan oleh kata-kata lainnya.

"Mengumpat juga mengomunikasikan perasaan kita dengan sangat efektif, hampir secara langsung, sedangkan kata-kata lain tidak bisa melakukan itu," kata Jay kepada TIME.

Mengumpat mengurangi rasa sakit

Dalam serangkaian uji coba, seorang psikolog bernama Richard Stephens dan rekannya, meneliti apakah ada hubungan antara mengumpat dengan rasa sakit.

Caranya, para peserta diminta mencelupkan tangan mereka ke dalam air dingin dan saat melakukan hal itu, mereka diminta untuk mengulangi kata umpatan atau kata-kata yang netral.

Hasilnya, peserta yang mengumpat ternyata lebih tahan pada rasa dingin dan bisa menahan rasa sakit lebih lama.

Namun, penelitian yang terbit di The Journal of Pain juga mengingatkan bahwa manfaat ini hanya bisa didaptkan bila mengumpat dilakukan dengan frekuensi yang tepat, tidak terlalu sering dan tidak terlalu jarang.

Mengumpat akan menyentuh sisi "liar" kita

Salah satu perilaku mamalia yang mirip dengan manusia adalah menjerit saat terluka atau frustrasi. Hal ini diakibatkan oleh terpicunya "sirkuit amarah".

Dalam bukunya yang berjudul The Stuff of Thought, Steven Pinker menunjukkan bahwa naluri mengumpat terjadi ketika ada "singgungan di sensor kemarahan pada mamalia".

Sinyal sensor ini berjalan dari amigdala ke hiptalamus dalam area abu-abu di bagian tengah otak. Bagian otak tersebut terkait dengan kemampuan otak untuk membuat konsep dan ucapan sehari-hari.

Namun, mengumpat juga membuat kita berbeda dari hewan.

Ilmuwan Emma Byrne, pengarang buku berjudul Swearing Is Good For You, mengatakan, jauh dari sekadar teriakan sederhana. Mengumpat adalah sinyal sosial kompleks yang sarat dengan makna emosi dan budaya.

Mengumpat menandakan kejujuran

Dalam penelitian yang terbit pada tahun 2017, para ahli menguji apakah ada kaitan langsung antara mengumpat dan kadar kejujuran seseorang.

Mereka melakukan wawancara kepada peserta dan menanyakan seberapa sering mereka mengumpat, kata umpatan apa yang paling disukai dan sering diucapkan, dan mengapa sering mengumpat.

Setelah itu, para ahli menguji kejujuran para peserta dan menemukan bahwa peserta yang sering mengumpat cenderung tidak suka berbohong.

Studi itu juga menjelaskan, "banyak orang melihat caci maki merupakan ekspresi otentik dari emosi, daripada menjadi antisosial dan melakukan perilaku berbahaya".

Selain itu, para ahli juga meneliti kurang lebih 74.000 pesan pengguna aktif Facebook. Analisisnya, "mereka yang sering mencaci maki ternyata lebih jujur dalam menuliskan update status mereka di Facebook".

Mengumpat dapat membuat Anda akrab dengan teman

Disadari atau tidak, saling ejek dan umpatan di kantor ternyata dapat membuat suasana kerja lebih akrab. Emma Byrne menjelaskan dalam bukunya, sejumlah ejekan "bagus untuk menimbulkan ikatan kelompok dan inklusifitas dapat meningkatkan produktifitas kerja".

Salah satu kata umpatan yang paling sering diucapkan, menurut penelitian tahun 2004 dalam Journal of Pragmatics, adalah kata bahasa Inggris dengan huruf depan F.

Peneliti merekam percakapan sebuah tim kerja di sebuah pabrik sabun di Selandia Baru. Dalam rekaman berdurasi 35 jam tersebut, para ahli menemukan kata makian dengan huruf F digunakan untuk mengekspresikan keramahan dan solidaritas, serta sarana untuk memperbaiki hubungan yang tidak baik.

Koordinator tim tersebut menjelaskan, umpatan dan ejekan digambarkan sebagai bentuk saling mengerti di antara mereka dan tidak ada yang merasa sakit hati.

Mengumpat bisa membuat banyak orang menyukai Anda di dunia politik

Sebuah teori menjelaskan bahwa politisi ternyata mendapatkan "gengsi terselubung" dengan penggunaan bahasa kotor.

Gengsi ini mengacu pada pemilihan bahasa yang dihargai oleh sekelompok kecil orang yang tidak diterima dalam kelompok besar.

Michael Adams, seorang profesor bahasa Inggris di Indiana University Bloomington, mengatakan, politisi sering mencari prestise rahasia dengan menggunakan dialek politik "untuk menarik pemilih tertentu".

Sementara itu, berdasarkan penelitian yang terbit di Journal of Language and Social Psychology dan penelitian pada tahun 2014, mengumpat membuat politisi tampak lebih dekat dengan pendukungnya dan bahasanya tampak lebih informal.

https://sains.kompas.com/read/2018/06/08/203300323/6-alasan-mengumpat-bisa-jadi-baik-bagi-kita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke