KOMPAS.com – Apa memori terawal Anda? Kemungkinan besar, memori tersebut terjadi saat Anda berusia empat tahun.
Ini wajar saja, dan para peneliti menyebutnya sebagai amnesia masa kecil. Walaupun istilah ini merujuk pada ketidakmampuan untuk mengingat kejadian yang dialami hingga usia 3,5 tahun, beberapa orang bahkan tidak bisa mengingat apa yang terjadi pada mereka hingga usia enam tahun.
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa amnesia masa kecil terjadi.
Bahasa, misalnya. Menurut studi yang dipublikasikan pada 2004 oleh Robyn Fivush dan Katherine Nelson dalam jurnal Psychological Science, bahasa merupakan struktur dari memori kita. Tanpa bahasa, kita kesulitan untuk membentuk sebuah pengalaman menjadi format naratif yang bisa diingat dan diceritakan ulang.
Namun, teori ini kemudian dipatahkan oleh fakta penting bahwa anak-anak yang terlahir tuna rungu dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat masih tetap mengalami amnesia masa kecil hingga usia yang sama dengan anak-anak yang bisa mendengar. Hewan pun ikut mengalami amnesia masa kecil walaupun tidak bisa berbicara.
Teori lainnya mengatakan bahwa emosi memiliki peran penting dalam pembentukan memori.
Pakar perkembangan memori dari Emory University, Patricia Bauer, dan kolega dari University of Minnesota menduga bahwa memori kita saat masih kecil mungkin memiliki lebih sedikit emosi karena batita tidak bisa meletakkan makna dari memori mereka dalam konteksnya. Sementara itu, memori masa kecil yang teringat hingga dewasa biasanya sangatlah emosional.
Namun, teori yang paling kuat saat ini menyebutkan bahwa kita tidak benar-benar melupakan memori masa kecil, tetapi pertumbuhan membuat mereka berubah sehingga tidak bisa diakses kembali.
Hal ini dibuktikan dalam eksperimen terhadap tikus yang dilakukan oleh Paul Frankland, seorang pakar neurosains dari Hospital for Sick Children di Toronto, Kanada, bersama istrinya yang juga seorang pakar neurosains, Sheena Josselyn.
Frankland dan Josselyn memindahkan tikus-tikus percobaan mereka dari kandang seukuran kotak sepatu ke kandang dari besi yang lebih besar. Namun, di dalam kandang yang baru ini, kaki-kaki tikus tersebut diberi kejutan listrik ringan, agar mereka mengasosiasikan kandang baru dengan rasa tidak nyaman.
Mereka mendapati bahwa tikus dewasa dengan segera merasa tegang dan ketakutan ketika dimasukkan kembali ke kandang besar, sementara anak tikus melupakan pengalaman tidak menyenangkan tersebut dalam sehari.
Menariknya, ketika tikus dewasa berlari di roda hamster setelah dikejutkan dengan listrik, mereka melupakan pengalaman tersebut.
Ini karena berolahraga menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan jaringan saraf, sebuah proses yang disebut neurogenesis. Fluoxetine, antidepresan yang mendorong pertumbuhan neural, ditemukan juga memiliki efek yang sama.
Sementara itu, ketika para peneliti menghambat neurogenesis pada anak-anak tikus menggunakan obat atau modifikasi genetik, anak-anak tikus menjadi lebih mampu menciptakan memori yang stabil.
Frankland dan Josselyn kemudian memasukkan protein fluoresens ke dalam DNA tikus untuk melihat bagaimana neurogenesis memengaruhi memori.
Ternyata, sel-sel yang baru terbentuk tidak menggantikan sel-sel lama dan hanya bergabung dengan sel-sel yang sudah ada. Namun, restrukturisasi ini membuat memori kita yang lama berubah hingga tidak bisa dikenali lagi.
“Kami kira ini adalah masalah aksesibilitas, tetapi ini juga masalah semantik. Jika sebuah memori menjadi tidak mungkin untuk diakses, maka nasibnya sama saja dengan dihapus,” ujar Frankland kepada Ferris Jabr dari Nautilus.
Bauer pun setuju dengan pendapat Frankland.
Dia mengatakan, hingga usia remaja awal, otak kita masih dalam pembangunan, terutama bagian yang menciptakan dan merawat memori (hipokampus). Akibatnya, memori jangka panjang hingga kita berusia tiga tahun paling tidak stabil dan mudah terlupakan.
https://sains.kompas.com/read/2018/06/05/040600923/alasan-kita-susah-ingat-kejadian-sebelum-usia-3-tahun