KOMPAS.com - Kanker otak merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia. Tapi, baru-baru ini tim peneliti internasional menyebut telah berhasil menemukan "vaksin" yang menjanjikan.
Vaksin potensial untuk kanker otak ini disebut bisa memperpanjang hidup pasien hingga beberapa tahun. Tak hanya itu, vaksin ini juga bisa membantu perawatan tumor agresif yang banyak menewaskan pasien.
Penelitian terkait pengobatan baru untuk glioblastoma multiforme ini telah dilakukan selama 11 tahun terakhir. Saat ini, pengobatan ini memasuki tahap akhir uji coba pada manusia.
Untuk diketahui, glioblastoma adalah salah satu jenis tumor otak pakung agresif. Biasanya penyakit ini didiagnosis pada orang dewasa.
Pengobatan untuk glioblastoma saat ini adalah radioterapi dan kemoterapi. Dengan kedua perawatan tersebut, pasien bisa bertahan hidup rata-rata 15 hingga 17 bulan.
Hal inilah yang ingin coba dijawab oleh obat baru tersebut.
Bahkan, beberapa pasien yang mengikuti uji coba telah hidup lebih dari tujuh tahun setelah menyelesaikan perawatan dengan obat ini.
Meski masih dalam tahap akhir uji coba, tapi obat ini sudah "sangat menjanjikan".
Obat ini bekerja dengan mengekstraksi sel dendritik dari darah pasien, yaitu pemain kunci dalam sistem kekebalan tubuh.
Para peneliti mencampur ekstraksi tersebut dengan penanda tumor sebelum menyuntikkannya kembali ke tubuh pasien.
Dari 331 pasien yang melakukan uji coba terhadap obat baru ini, 100 di antaranya digolongkan sebagai orang yang "diperpanjang usianya".
Seluruh pasien yang berasal dari Inggris, Amerika Serikat, jerman, dan Kanada ini hidup rata-rata 3,4 tahun setelah melakukan operasi.
331 pasien dengan glioblastoma yang terlibat dalam uji coba ini, mereka dibagi menjadi dua kelompok.
232 pasien pada kelompok pertana diinjeksi secara teratur dengan vaksin imunoterapi DCVax di samping perawatan standar. Sedangkan sisanya menjadi kelompok kontrol yang diberi plasebo.
Setiap pasien yang tumornya kambuh selama uji coba secara otomatis ditawarkan vaksin, yang berarti sekitar 86,4 persen menerima pengobatan di beberapa titik.
Hasilnya, pasien yang terlibat mampu bertahan lebih dari 23 bulan setelah operasi.
Adalah Kat Charles, salah satu peserta uji coba tersebut. Sebelumnya, Charles pada 2014 divonis hanya punya tiga bulan untuk hidup setelah dokter kehabisan pilihan untuk mengobati kanker otaknya.
"Mereka mengatakan tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan untuk saya," ungkap Charles dikutip dari The Independent, Selasa (29/05/2018).
Inilah membuatnya mengikuti uji coba obat baru tersebut. Hasilnya, dia mampu bertahan tiga setengah tahun kemudian.
Bahkan, dalam pemindaian MRI terbaru tidak ada jejak tumor pada otak ibu satu anak ini.
"DCVax telah melakukan apa yang semua orang katakan tidak mungkin," kata Charles.
"Jika bukan karena perawatan ini, saya tidak akan menjadi istri dan ibu untuk anak kami," sambungnya.
Para peneliti optimis dengan penelitiannya ini.
"Tampaknya pasien yang bertahan melewati titik ambang waktu tertentu bisa terus melanjutkan hidup yang sangat lama," ujar para peneliti.
Sejauh ini, hanya ada tujuh peserta yang melaporkan adanya efek samping dari vaksin tersebut.
"(Hasil sementara ini) memberi harapan baru kepada pasien dan dokter yang berjuang melawan penyakit mengerikan tersebut," ungkap Profesor Keyoumars Ashkan, ahli bedah saraf di King's College Hospital di London yang terlibat dalam penelitian ini.
"Meskipun penilaian definitif perlu disajikan hingga data final tersedia, makalah yang diterbitkan hari ini mengisyaratkan terobosan besar dalam pengobatan pasien dengan glioblastoma," katanya.
Optimisme lain terhadap obat ini juga diungkapkan oleh David Jenkinson, kepala petugas ilmiah untuk Brain Tumor Charity.
"Hasil ini tampak sangat menjanjikan bagi komunitas pasien yang telah diberi sedikit harapan selama beberapa dekade," ujar Jenkinson.
"Kami perlu analisis lebih lanjut dari data dari percobaan ini dan lebih banyak penelitian di bidang ini untuk memastikan peran yang dapat dimainkan oleh imunoterapi dalam perang melawan kanker otak," sambungnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/05/30/170000723/peneliti-ciptakan-vaksin-pemanjang-usia-untuk-pasien-kanker-otak