KOMPAS.com - Bali, Lombok, dan pulau-pulau Indonesia lainnya menjadi destinasi wisata yang memikat para turis baik domestik maupun manca negara.
Setiap tahun, jutaan orang berduyun-duyun dayang karena terpikat oleh budaya yang kaya dan keindahan alam tempat-tempat tersebut.
Sayangnya, gambaran surga ini tidak berlaku bagi banyak hewan di pulau-pulau itu. Sejumlah tempat satwa liar justru menyimpan kondisi jauh dari kata surga bagi hewan.
Di mana hewan seperti gajah, lumba-lumba dan orangutan dikurung di penangkaran hanya untuk tujuan menghibur wisatawan.
Sebuah laporan baru oleh organisasi nirlaba Perlindungan Hewan Dunia (WAP) menginvestigasi 26 lokasi wisata di Bali, satu di Lombok, dan satu lagi di Gili Trawangan.
Tempat-tempat ini melukiskan gambaran suram tentang kondisi-kondisi hewan-hewan yang dipaksa untuk bertahan setiap hari.
"Mengecewakan! Kami menemukan tidak ada satu pun tempat yang memenuhi standar. Kami temukan kualitas tempatnya buruk dan membuat hewan-hewan menderita," kata Ben Pearson, manajer kampanye World Animal Protection dikutip dari ABC News, Rabu (23/05/2018).
WAP juga menemukan bahwa semua tempat tersebut gagal memenuhi kebutuhan dasar hewan yang mereka simpan. Terutama, berbagai masalah kesejahteraan hewan yang menyebabkan penderitaan signifikan.
Ini termasuk pengekangan ekstrem dengan kandang dan rantai, kesempatan terbatas untuk bersosialisasi secara alami dengan hewan lain, partisipasi dalam kegiatan yang penuh stres dan berbahaya, interaksi paksa dengan orang, perawatan hewan yang tidak ada atau tidak memadai, dan gizi dan diet yang tidak memadai.
Temuan ini didapatkan setelah para peneliti mensurvei lebih dari 1.500 hewan.
Beberapa bukti yang ditemukan di antaranya, lumba-lumba yang disimpan di kolam yang tidak memadai yang terlalu kecil untuk mereka.
Para gajah juga mengalami pelatihan kejam dan intensif yang melibatkan pengekangan dan rasa sakit berat dan traumatis.
Selain itu, orangutan juga dipaksa untuk menghibur dan mengambil foto narsis dengan antrean panjang wisatawan.
Di antara temuan tersebut, yang paling mengganggu adalah satu tempat bahkan telah menanggalkan atau sepenuhnya melepas gigi lumba-lumba secara paksa.
"Kami menemukan situasi di mana lumba-lumba giginya sudah dipotong dan dicabut, ada gajah dengan rantai pendek semalaman, serta orangutan di dalam kandang kecil," ujar Pearson.
Ini dilakukan untuk memastikan bahwa lumba-lumba tidak dapat menimbulkan gigitan serius pada perenang.
"Ini adalah tragedi bahwa Bali, tujuan yang begitu indah bagi wisatawan, memaksa hewan-hewan liar dikurung untuk bertahan seperti kondisi yang mengerikan," ungkap Steve McIvor, CEO WAP dikutip dari Newsweek, Selasa (22/05/2018).
Pearson menjelaskan bahwa mungkin turis tidak menyadari hal ini. Itu karena turis melihat tempat yang indah dengan hewan yang terlihat baik-baik saja.
Namun, ketika para turis pergi, hewan-hewan tersebut dikembalikan ke kandang yang kecil dan sempit.
“Di balik layar, hewan liar diambil dari induk mereka sedari bayi atau dibesarkan di penangkaran untuk disimpan dalam kondisi kotor, sempit, atau berulang kali dipaksa untuk berinteraksi dengan turis selama berjam-jam," tutur McIvor.
McIvor menyayangkan hal ini terjadi di Bali dan pulau lain yang terkenal dengan keindahannya.
“Bali adalah surga yang indah dan ekonominya bergantung pada jutaan turis yang bepergian ke sana setiap tahun," ujarnya.
"Sayangnya, hingga Bali meningkatkan kesejahteraan hewan di tempat-tempat yang mengerikan ini, kami mendesak para wisatawan untuk menghindarinya,” tambahnya.
Sebenarnya, hal ini bukan hanya masalah di Indonesia saja. Di seluruh dunia, hewan liar ditangkap atau dibesarkan di penangkaran untuk digunakan dalam industri pariwisata.
Mengingat laporan tersebut, WAP mendorong para wisatawan untuk memboikot perusahaan perjalanan yang mempromosikan dan mendukung tempat-tempat kejam.
"Ada industri yang tidak diatur secara hukum, sehingga mereka memaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan hewan," ujar Pearson.
“Jika Anda bisa naik, memeluk atau berfoto selfie dengan hewan liar, maka itu kejam — jangan lakukan, tidak peduli berapa banyak ‘like’ yang akan didapatkan di media sosial,” kata McIvor.
https://sains.kompas.com/read/2018/05/24/200900623/di-bali-gigi-lumba-lumba-dicabut-agar-tak-lukai-wisatawan