KOMPAS.com - Anda tentu tidak asing lagi dengan pepatah "nama adalah doa", bukan? Pepatah ini bisa diartikan sebuah nama merupakan doa atau harapan dari si pemberi nama.
Mungkin hal ini juga diamini oleh banyak orang di dunia. Sebuah penelitian terbaru menemukan, nama kita bisa mengubah cara orang mempersepsikan kepribadian kita.
Temuan ini didapatkan setelah para peneliti meminta peserta penelitian mempertimbangkan kepribadian dari 400 orang dengan nama-nama yang populer selama 70 tahun terakhir.
Peserta yang terlibat adalah 500 mahasiswa di Syracuse University, New York. Para peserta diminta membayangkan akan bertemu seseorang dengan nama tertentu untuk menggambarkan seberapa kompeten, hangat, atau tua orang yang ditemuinya.
Hasil temuan yang dipublikasikan dalam Personality and Social Psychology Bulletin ini menunjukkan, nama wanita diasosiasikan dengan pribadi yang hangat tapi bukan kompetensi.
Menurut Leonard Newman, peneliti utama penelitian ini, nama-nama wanita yang dimaksud di antaranya adalah Hannah, Melody, dan Mia.
Sebaliknya, para peserta mempersepsikan orang dengan nama Howard, Lawrence, dan Reginald dipandang kurang hangat tapi punya kompetensi tinggi.
Beberapa nama juga dikaitkan dengan usia tua dan muda, seperti Betty dan Britney.
Menurut para peneliti, hasil ini memiliki implikasi pada penelitian sebelumnya tentang hipotetis situasi bahwa nama karakter fiksi dibuat untuk menunjukkan karakternya.
Misalnya, sebuah eksperimen terkenal pada 1960-an menunjukkan bahwa esai-esai identik dengan nama penulis John atau Joan memiliki nilai yang lebih buruk.
Newman mengatakan, ini bisa terjadi karena bias gender atau mungkin karena nama Joan dikaitkan dengan usia. Penelitian sebelumnya bisa dievaluasi kembali dengan mempertimbangkan temuan-temuan baru tersebut.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bentuk bias ini jauh dari konteks studi psikologi. Tak hanya itu, bahkan nama-nama non-barat (Eropa) bisa menyebabkan individu menderita ketika melamar pekerjaan.
Sebuah studi tahun 2016 oleh para peneliti di Harvard University menemukan bahwa calon atasan dua kali lebih mungkin memanggil pelamar minoritas untuk wawancara tatap muka jika resume mereka menghilangkan rincian yang mengungkapkan latar belakang non-Eropa.
Katherine A. DeCelles, profesor administrasi bisnis di Harvard Business School, yang turut menulis penelitian ini, mengatakan ini merupakan sebuah diskriminasi.
“Diskriminasi masih ada di tempat kerja. Organisasi sekarang memiliki kesempatan untuk mengenali masalah ini sebagai akarnya, sehingga mereka dapat melakukan sesuatu,” ujar DrCelles dikutip dari Newsweek, Rabu (23/05/2018).
Studi yang diterbitkan dalam Administrative Science Quarterly dilakukan peneliti dengan membangun resume untuk pelamar Negro dan Asia dan memasukkan mereka untuk 1.600 pekerjaan entry-level di 16 wilayah metropolitan AS.
Hasilnya, seperempat kandidat kulit hitam dengan resume "mirip orang kulit putih" menerima callback, dibandingkan dengan 10 persen ketika etnis mereka lebih jelas.
Untuk orang Asia, lebih dari seperlima menerima tanggapan, dibandingkan hanya 11,5 persen dengan resume etnis yang dipanggil kembali (untuk wawancara).
https://sains.kompas.com/read/2018/05/24/190800923/temuan-baru--nama-pengaruhi-cara-orang-memandang-kepribadian-anda