KOMPAS.com - Berdasarkan jurnal PLOS Biology yang di terbitkan pada 3 Mei, para peneliti di National Institutes of Health dan University of Alabama Birmingham telah menemukan hubungan antara gen yang berkontribusi terhadap warna rambut dan gen yang memberitahu tubuh kita tentang infeksi patogen.
Sudah jamak diketahui, ketika tubuh diserang oleh virus atau bakteri, sistem kekebalan tubuh bawaan akan mulai bekerja.
Sebagai informasi, semua sel memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyerbu asing. Sel-sel ini kemudian merespons dengan memproduksi molekul pemberi sinyal yang disebut interferon.
Interferon inilah yang memberi sinyal ke sel lain untuk mengambil tindakan dengan mengaktifkan ekspresi gen yang menghambat replikasi virus, mengaktifkan sel efektor imun, dan meningkatkan pertahanan sel inang (sel tubuh yang diserang).
Lalu apa hubungannya dengan gen warna rambut?
Hubungan antara pigmentasi rambut dan regulasi imun bawaan cukup mengejutkan.
Melissa Harris, penulis utama dan asisten profesor dalam Departemen Biologi di UAB menjelaskan, "Alat genomik memungkinkan kita untuk menilai bagaimana semua gen dalam genom kita mengubah ekspresi mereka dalam kondisi yang berbeda, dan kadang-kadang mereka berubah dengan cara yang tidak kita antisipasi.
"Kami tertarik pada gen yang mempengaruhi bagaimana sel induk kami dipertahankan dari waktu ke waktu. Kami suka mempelajari uban karena itu mudah dibaca dari disfungsi sel induk melanosit."
Sel induk melanosit sangat penting untuk warna rambut karena mereka menghasilkan melanosit atau melanin yang bertanggung jawab untuk membuat dan menyimpan pigmen ke dalam batang rambut.
Dalam hal ini, sebuah tautan tak terduga ditemukan antara rambut beruban dengan sistem imun. Kaitan tersebut terdapat dalam satu gen yang ditemukan dalam sel melanosit yang merupakan faktor transkripsi melanogenesis atau gen MITF.
MITF terkenal karena perannya dalam mengatur banyak fungsi produksi melanin.
Tetapi para peneliti menemukan bahwa MITF juga berfungsi untuk menjaga respons interferon melanosit di sel.
Jika kontrol MITF terhadap respons interferon hilang dalam sel induk melanosit, maka akan menghasilkan rambut yang beruban.
Selanjutnya, jika sinyal imun bawaan diaktifkan secara artifisial pada tikus yang memiliki kecenderungan untuk mendapatkan uban maka terjadi peningkatan jumlah rambut abu-abu.
"Penemuan baru ini menunjukkan bahwa gen yang mengontrol pigmen pada rambut dan kulit juga bekerja untuk mengendalikan sistem kekebalan tubuh bawaan," kata William Pavan, rekan penulis studi dan kepala Cabang Penelitian Penyakit Genetik di National Human Genome Research Institute NIH (NHGRI).
"Hasil ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang rambut beruban. Lebih penting lagi untuk menemukan hubungan ini akan membantu kita memahami penyakit pigmentasi dengan keterlibatan sistem kekebalan tubuh bawaan seperti vitiligo."
Vitiligo, yang menyebabkan bercak kulit yang berubah warna, mempengaruhi antara 0,5 persen hingga 1 persen dari semua manusia.
Sayangnya, alasan mengapa tikus yang cenderung untuk mendapatkan uban lebih rentan terhadap sinyal imun bawaan yang tidak diatur belum terjawab.
Para peneliti hingga kini hanya berspekulasi bahwa mungkin ini dapat menjelaskan mengapa beberapa orang mengalami rambut beruban dini pada usia dini.
Namun, studi lanjutan tetap harus dilakukan untuk menjawab alasan di balik temuan ini.
Artikel ini telah tayang di National Geographic Indonesia dengan judul Peneliti Temukan Adanya Kaitan Antara Uban dengan Sistem Imun
https://sains.kompas.com/read/2018/05/09/103400023/peneliti--uban-berkaitan-dengan-sistem-imun-manusia