Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Bambang dan Novi, Rela Berkorban Hati demi Kesembuhan Anak

KOMPAS.com - Kenzie Anelka Trisnadinova, kelak ketika besar dan membaca tulisan ini, patut bangga memiliki orangtua yang senantiasa mengupayakan kesembuhannya.

Bahkan, ayah dan ibunya sengaja menyembunyikan kesedihan agar Kenzie terus semangat  untuk sembuh.

Ditemui Kompas.com seusai temu media yang digelar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM); orangtua Kenzie, Muhammad Bambang Jaya Trisna dan Novita Junarti, tampak tegar membagikan kisah perjuangan mereka.

Kenzie, bayi laki-laki anak kedua pasangan tersebut lahir pada 28 Januari 2013 dengan kondisi kuning. Oleh karena itu, dia tidak diperbolehkan pulang dan harus memperpanjang perawatan di rumah sakit selama seminggu.

“Akhirnya dipersilakan balik rumah setelah bilirubinnya normal,” ucap Bambang mengenang, di Jakarta, Senin (7/5/2018).

Belum Ketahuan

Namun, keadaan tersebut terulang lagi dua bulan kemudian. Kulit Kenzie berubah kuning sehingga orangtua lantas membawanya ke rumah sakit di Margonda, Depok.

Dokter masih belum bisa memastikan apa yang sebetulnya dialami Kenzie, antara gangguan hati atau gangguan pencernaan. Bahkan Kenzie sempat menjalani operasi hernia karena ketahuan mengidap penyakit tersebut.

Lantaran situasi tidak kunjung menunjukkan tanda kesembuhan, Kenzie dirujuk ke rumah sakit internasional yang dinilai punya peralatan memadai.

Namun, belum juga ada kejelasan yang menyatakan soal penyakit Kenzie karena para dokter punya diagnosis berbeda yang membingungkan Bambang dan Novi.

Sampai pada akhirnya, ada jawaban datang dari rumah sakit di Bekasi yang menemukan kelainan empedu pada Kenzie.

“Dokter bilang Kenzie harus cangkok hati. Meski sebenarnya ada pilihan kasai,” ujar Bambang.

Kasai adalah tindakan membikin saluran dari hati dan empedu ke usus dua belas jari. Bambang urung mengambil langkah tersebut. Sebab, tindakan tersebut dianggap hanya memperpanjang fungsi hati, bukan menyembuhkan total.

Keduanya tidak lantas mengiyakan saran untuk transplantasi hati. Perasaan keduanya hancur berkeping-keping. Sebab, masih mengira penyakit Kenzie tak seberat itu, hanya kuning biasa yang bakal hilang saat dijemur.

Mengelak dan belum bisa menerima, keduanya memutuskan mendatangi segala macam pengobatan alternatif yang direkomendasikan orang sekitar.

Kenzie Jatuh

Keduanya pun lupa kalau Kenzie sudah berumur tiga tahun dan kondisinya makin melemah.

“Suatu hari Kenzie jatuh dari tempat tidur dan ada perdarahan di bawah kulit kepala (hemotom),” beber Bambang.

Kenzie lekas diberi penanganan oleh rumah sakit. Dokter menyatakan fungsi hati Kenzie telah memburuk, sedangkan hemotomnya kempes dua minggu berikutnya.

Rumah sakit yang merawat Kenzie merujuk ke RSCM. Mau tak mau, transplantasi memang harus dilakukan.

“Saat itu kami tetap masih belum siap,” ucap Bambang.

Saking masih menolak kenyataan, Kenzie dibawa ke rumah sakit di Bandung. Namun, dokter di sana juga memerintahkan untuk segera transplantasi hati di RSCM.

Orangtua Kenzie lantas memberanikan diri mendaftarkan pada Maret 2016. Bambang sebagai ayah merasa punya tanggung jawab untuk menyelamatkan anaknya sehingga dia mengutus dirinya menjadi donor.

Serangkaian skrining pun dia jalani. Dari hasil skrining, ada salah satu yang menghambat prosesnya sebagai donor hati.

“Keadaan hati saya berlemak. Akhirnya saya usaha untuk diet,” ujar Bambang.

Bambang berupaya mati-matian dengan berolahraga dan tidak makan gorengan. Namun, usahanya belum juga membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Berat tubuhnya memang menurun dari 70 kg menjadi 61 kg, tetapi hatinya tetap berlemak.

Walaupun masih terus ngotot ingin jadi donor karena ia tak ingin sang istri menderita, rencana Bambang tersebut pupus.

“Kenzie buang air besar darah semua. Akibat varises di saluran eksofagus pecah,” ucap Bambang.

Dari situ, dokter lantas memberitahukan, transplantasi mesti segera dikerjakan.

“Kenzie enggak bisa menunggu. Transplantasi sekarang atau tidak sama sekali (dengan risiko terburuk),” kata Bambang menirukan pernyataan dokter.

Akhirnya Novi, ibu Kenzie, yang mengajukan diri jadi donor. Dalam waktu dua minggu, mereka mengebut proses skrining.Untungnya Novi memenuhi kriteria pendonor.

Operasi akhirnya dijalankan pada November 2016. “Setelah hati Kenzie diangkat, baru diketahui kalau ia mengidap atresia bilier,” bebernya.

Dokter semula menyebut Kenzie kena Progressive Familial Intrahepatic Cholestasis (PFIC). Gangguan hati di mana ada transporter pada hati yang tak berfungsi. Akibatnya, hati jadi rusak.

Tidak Mulus

Sayangnya, Kenzie harus menjalani sembilan operasi ulang. Pasalnya, ada infeksi cairan di paru-paru dan hati. Berulang kali operasi nyaris tidak pernah melunturkan tawa Kenzie, kata Bambang.

Padahal drain (saluran yang dihubungkan dari perut ke luar) juga tidak pernah kosong, selalu menampung cairan. Untuk bisa pulang ke rumah, volume maksimal hanya boleh 50 militer, tetapi milik Kenzie pernah sampai terisi hingga 900 ml.

Seusai transplantasi, Kenzie juga pernah mengalami anfal (gagal jantung). Sang orangtua mulanya mengira bayi tersebut "ketempelan" karena matanya melotot mengarah ke atas.

“Di saat itu kami berpikir sudah melakukan yang terbaik. Tapi kalau boleh meminta, kami masih ingin merawat Kenzie hingga dewasa,” ucap Novi sembari berkaca-kaca

“Saya sempat bersumpah tidak akan berkunjung ke sebuah mall di daerah Jakarta Selatan jika saat itu Kenzie enggak siuman (dan) membaik. Sebab, belum sempat ajak dia yang ingin ke sana,” imbuh Bambang sambil mengingat disambut dengan tawa yang pecah.

Sugesti

Novi dan Bambang memang membuat kesepakatan tak tertulis agar orang-orang, termasuk keluarga yang menjenguk, tidak menangis di hadapan Kenzie.

Kendati dalam keadaan anfal, Kenzie pasti mendengar rintihan itu. Kenzie dan orangtuanya hanya butuh disemangati, bukan dikasihani atau diminta sabar.

Baik Bambang atau Novi juga selalu menanamkan pemikiran positif kalau Kenzie pasti sembuh. Kenzie mesti diperlakukan seperti anak-anak pada umumnya supaya dia tidak merasa kalau dia sakit.

Keajaiban pun seolah nyata bagi mereka. Kenzie langsung terlonjak sadar sembari berteriak dengan suara lantangnya yang khas. “Dedek lapar,” kata Novi menirukan.

Syukur langsung terpanjat, bahkan tidak cuma dari keluarga, tetapi juga dari pihak rumah sakit seperti suster dan tim makanan rumah sakit.

Novi berkata bahwa Kenzie termasuk bocah yang gemar mengapresiasi makanan rumah sakit setiap dibagikan. Selain itu dia anak yang ramah dan suka menyapa siapapun.

Pertolongan Tuhan pun terjadi kasat mata untuk Kenzie. Drain yang tidak kunjung kempes tiba-tiba menghilang sendiri isinya. “Ketika mau dioperasi lagi, dokter belum apa-apakan sudah kosong itu isinya,” ungkap Bambang.

Berkat Kenzie, Bambang dan Novi belajar arti berjuang dan bersugesti positif. Kini mereka tergabung dalam komunitas Katahati (kelompok transplantasi hati).

Mereka ingin selalu menyuarakan bahwa anak-anak seperti Kenzie butuh dorongan untuk sembuh. “Terpenting, orangtua punya harapan dulu anaknya pasti sembuh. Itu akan tertransfer jadi semangat bagi anak tersebut,” jelas Bambang.

Seperti Kenzie, itu buktinya, imbuh Bambang.

Kenzie tiap kali akan melakukan operasi nyaris tidak pernah menangis atau menampakkan muka muram. Ia selalu berceloteh ringan, “Yang penting dedek sehat”.

Berkat hati sumbangan sang bunda tercinta, kini Kenzie menjalani hari-hari dengan semakin riang. Sebab, tidak ada lagi berak darah dan anfal yang menguntitnya.

Sirosis yang menggerogoti hatinya telah sirna berganti dengan misi terpendam, yakni membahagiakan ayah dan bunda.

https://sains.kompas.com/read/2018/05/09/090300223/kisah-bambang-dan-novi-rela-berkorban-hati-demi-kesembuhan-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke