KOMPAS.com - Sebuah tim arkeolog internasional menemukan bukti bahwa manusia telah hidup di Filipna lebih dari 700.000 tahun lalu. Ini mematahkan perkiraan awal manusia pertama di wilayah itu.
Peralatan batu kuno dan sisa pembantaian badak yang ditemukan di pulau Luzon, Filipina memicu perdebatan tentang manusia pertama di Asia Tenggara.
Manusia purba ini kemungkinan terkait erat dengan Homo erectus. Itu karena manusia modern tiba tiba mendadak di wilayah tersebut.
Penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan di French National Museum of Natural History itu membuat kita berpikir ulang tentang manusia purba kerdil yang sering disebut "the hobits".
"Hipotesis kami adalah bahwa nenek moyang 'hobbit' berasal dari utara, daripada menjelajah ke timur melalui Jawa dan Bali," ungkap Dr Gerrit van den Bergh, seorang paleontolog dari University of Wollongong, Australia dikutip dari The Independent, Kamis (03/05/2018).
Homo floreseiensis adalah nama ilmiah untuk nenek moyang manusia kecil ini.
Nama tersebut diberikan karena fosilnya pertama kali ditemukan di pulau Flores, sekitar 1.931 kilometer dari pulau Luzon.
Hingga saat ini, asumsi yang berkembang leluhur manusia purba tiak bisa mencapai Filipina karena kekurangan perahu.
Namun, pemikiran ini berubah pada 2003 ketika fosil hobbit pertama ditemukan.
Pada eksplorasi lanjutan, bukti menguatkan bahwa leluhur hobbit hadir di Flores di waktu yang sama dengan manusia kecil itu di Luzon.
Ini menunjukkan bahwa leluhur hobbit di Flores datang dari utara. Karena itu, mungkin ada hubungan antara penghuni Luzon dengan yang akhirnya berkembang jauh ke selatan.
Lalu, yang pertanyaan adalah bagaimana manusia kecil ini bisa mendarat di Flores yang cukup jauh?
Dr van den Bergh berpikir tidak mungkin mereka membangun perahu. Sebaliknya, dia memperkirakan manusia kecil ini menggunakan moda transportasi yang lebih ekstrem.
"Mereka mungkin telah terjebak dalam tsunami dan terbawa ke laut - jenis kejadian yang cukup aneh dan acak itu mungkin bertanggung jawab atas perpindahan manusia dan hewan ini," katanya.
"Wilayah ini aktif secara tektonik sehingga tsunami biasa terjadi dan ada yang besar setiap 100 tahun atau lebih," sambungnya.
Perkiraan ini didukung oleh bukti-bukti yang jelas. Salah satunya adalah pola hewan yang ditemukan di pulau-pulau Asia Tenggara.
Pola persebaran hewan ini mirip dengan pola penyebaran manusia yang diusulkan oleh Dr van den Bergh dan timnya.
"Jika Anda melihat fosil dan fauna baru-baru ini, Anda abisa melihat bahwa ada perubahan dari utara ke selatan," katanya.
Dia juga mencontohkan perbandingan jenis hewan di Luzon dan Flores.
"Di Luzon Anda menemukan fosil stegodons (kerabat gajah), gajah, tikus raksasa, badak, rusa, reptil besar, dan sejenis kerbau," katanya.
“Kemudian di Flores, Anda hanya punya stegodon, Komodo, manusia dan tikus raksasa, itu saja," ujarnya membandingkan.
Menurutnya, ini tidak terjadi begitu saja.
"Jika hewan-hewan mencapai pulau-pulau ini secara kebetulan, dengan memasuki lautan dan mengikuti arus di selatan, maka Anda akan mengharapkan lebih jauh ke selatan, Anda pergi lebih sedikit spesies yang akan Anda temukan - dan itulah yang kami lihat," tegasnya.
Sayangnya, menurut Dr van den Bergh, masih banyak yang belum diketahui tentang manusia pertama yang menghuni Asia Tenggara.
https://sains.kompas.com/read/2018/05/08/180700023/sisa-pembantaian-badak-di-filipina-tunjukkan-asal-usul-the-hobbits-