Hipotesis tersebut telah dibuktikan oleh sekelompok peneliti Jerman yang melakukan uji coba pada tikus.
Penelitian yang terbit di jurnal Cell Reports, Selasa (10/4/2018), dilakukan oleh ahli dari Pusat Penyakit Neurodegeratif Jerman (DZNE). Mereka memberikan rangsangan positif untuk otak dan tubuh tikus jantan dewasa.
Dalam studi sebelumnya, metode penelitian dengan meningkatkan fleksibilitas otak terbukti dapat menurunkan risiko beberapa penyakit otak, seperti demensia pada tikus dan manusia.
Lewat penelitian terbaru, manfaat yang ditemukan ternyata jauh dari penelitian sebelumnya.
Setelah tikus jantan diberi rangsangan olahraga dan stimulasi otak, peneliti mengamati spermanya. Mereka menemukan rangsangan tersebut memengaruhi molekul RNA dalam sperma tikus.
Molekul RNA adalah molekul genetik yang terlibat di dalam sintesis protein dan transmisi informasi genetik.
Selain memengaruhi molekul RNA, peneliti juga mengamati perubahan DNA pada sperma tikus.
Sebagai catatan, olahraga dan stimulasi otak tidak benar-benar mengubah DNA tikus, tetapi bagaimana gen tertentu diekspresikan. Proses ini dikenal sebagai epigenetik.
Tim juga melakukan pengamatan terhadap keturunan tikus yang diberi rangsangan. Keturunan tikus ini menunjukkan keterampilan kognitif atau kecerdasan mereka lebih tinggi dibandingkan keturunan tikus variabel kontrol yang tidak diberi rangsangan.
"Perubahan epigenetik itu secara tidak langsung memodifikasi perkembangan otak pada keturunan tikus dan meningkatkan koneksi sel otak. Hal ini memberi keuntungan keterampilan kognitif bagi keturunannya," kata André Fischer dari DZNE, dilansir BBC, Rabu (11/4/2018).
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui apakah hasil ini dapat terjadi juga pada manusia.
https://sains.kompas.com/read/2018/04/13/163100023/temuan-baru-kesehatan-pria-pengaruhi-kecerdasan-anak