Lain kali jika menerima informasi dengan menyebut istilah "ramalan", "prediksi", dan "potensi", Anda perlu lebih cerdas menyikapinya.
Dalam diskusi "Ancaman Tsunami Menelan Pulau Jawa, Fakta atau Hoax” di Jakarta, Selasa (10/4/2018), peneliti tsunami Widjo Kongko menjelaskan kontroversi isu tsunami 57 meter.
Pemberitaan menyebutkan adanya prediksi tsunami 57 meter di Pandeglang, Banten. Menurut Widjo, yang disampaikan sebenarnya adalah potensi.
Salah satu sumber polemik dan kepanikan adalah ketidakpahaman tentang perbedaan makna prediksi dan potensi.
"Prediksi itu untuk menyatakan akan terjadi dan pasti. Kalau potensi, belum tentu terjadi tapi pasti itu tersimpan,” terang peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu.
Akibat ketidakpahaman itu, publik merasa bahwa tsunami benar-benar akan terjadi sehingga terjadi kepanikan.
Dalam isu tsunami 57 meter, Widjo mengaku bahwa yang disampaikan adalah potensi, bukan prediksi.
Widjo menerangkan, potensi gempa disusun berdasarkan peta gempa 2017 dan data-data historis gempa di Indonesia.
Dengan pemodelan ilmiah, data diolah sehingga menghasilkan potensi tsunami dan periode tsunami mencapai daratan.
Potensi memang tidak selalu terjadi. "Namun angka-angka yang dihasilkan penting untuk mitigasi bencana," kata Widjo.
Potensi, prediksi, prakiraan atau lainnya sedikit banyak mungkin memicu ketakutan dan kepanikan. Namun, bukan berarti harus diabaikan atau ditutupi.
Seburyuk apapun, informasi perlu disampaikan agar masyarakat jadi lebih waspada dan siap jika potensi menjadi kenyataan.
Kali lain jika menerima informasi tentang bencana, maka harus dipastikan dahulu apakah itu prediksi atau potensi.
Widjo mengatakan, jika yang diterima adalah potensi tsunami, maka seharusnya tidak panik. Tsunami bukan hal yang baru di Indonesia.
“Tidak perlu panik. Bicara tsunami, pernah terjadi di tahun 2004. Di pantai selatan juga pernah, di daerah Jawa Barat juga, beberapa tempat, di Banyuwangi pernah, Yogyakarta juga. Jadi kalau kita bicara tsunami harusnya sesuatu yang wajar saja," tuturnya.
Kesiapsiagaanlah yang diperlukan.
Jika yang diterima adalah informasi prediksi tsunami, maka itu perlu disangsikan sebab gempa dan tsunami tidak bisa diprediksi.
Guru Besar Teknik Pantai Universitas Gadjah Mada, Radianta Triatmadja sepakat bahwa potensi tsunami yang disampaikan oleh Widjo benar adanya, tentu akan ada keterbatasan dalam pemodelan.
Menurutnya, pengetahuan soal tsunami terbilang samar. Pasalnya tsunami tidak bisa diprediksi.
Samarnya kejelasan tsunami lantaran tsunami didahului oleh gempa. Sementara gempa tidak bisa diprediksi kapan, di mana, dan berkekuatan berapa akan berlangsungnya. Ini berpengaruh pada tsunami yang juga tidak bisa diprediksi. Hingga saat ini, sebut Radianta, belum ada teknologi yang memperkirakan itu semua secara detil.
“Tsunami itu tidak bisa diprediksi kapan, besar, dan letaknya di mana. Adanya potensi berdasarkan pengalaman dan teori patahan,” imbuhnya.
Radianta menambahkan, potensi tersebut justru harus disikapi secara lebih bijak supaya masyarakat tidak kaget dengan dampak bencana tersebut. Efek bencana bisa dikurangi kerugian dan risikonya.
https://sains.kompas.com/read/2018/04/11/173409823/bagaimana-menyikapi-berita-potensi-bencana-yang-terdengar-mengerikan