KOMPAS.com – Senin kemarin (2/4/2018), Tiangong-1 akhirnya kembali ke bumi sekitar pukul 07.06 WIB. Wahana luar angkasa dengan berat 8,5 ton itu tidak terbakar seluruhnya di atmosfer dan akhirnya jatuh di Samudra Pasifik.
Menurut astronom Jonathan McDowell dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, lokasi terakhir Tiangong-1 adalah selatan Samudra Pasifik di dekat Tahiti. Artinya, Tiangong-1 jatuh tidak jauh dari kuburan wahana antariksa, Point Nemo.
Lokasinya yang terpencil inilah yang membuat Point Nemo cocok dijadikan kuburan wahana antariksa.
“Fiturnya yang paling menarik untuk dijadikan lokasi masuknya kembali wahana antariksa yang terkontrol adalah tidak ada orang yang tinggal di sana,” ujar Stijn Lemmens, seorang pakar sampah antariksa di European Space Agency kepada AFP.
Dia melanjutkan, kebetulan juga lokasi ini tidak terlalu beragam secara biologis. Jadi, ia digunakan sebagai tempat sampah, atau lebih sopannya ‘kuburan wahana antariksa’, mayoritas untuk wahana antariksa kargo.
Sejauh ini, Point Nemo telah menjadi tempat peristirahatan terakhir untuk sekitar 300 wahana antariksa. Antara 1971 hingga pertengahan antariksa saja, badan antariksa di seluruh dunia telah membuang 260 wahana antariksa di titik ini.
Salah satu benda terbesar di kuburan ini adalah laboratorium antariksa MIR milik Rusia yang berbobot sekitar 120 ton. Raksasa tersebut jatuh ke Point Nemo pada 2011.
Kini, yang paling sering menggunakan Point Nemo adalah kapsul Progress. Wahana antariksa tersebut, ujar Lemmens, digunakan untuk bolak-balik ke International Space Station oleh Rusia.
Namun, ke depannya Point Nemo mungkin tidak akan lagi menjadi tempat pembuangan wahana antariksa.
Pasalnya, wahana antariksa masa depan akan didesain untuk terbakar sempurna di atmosfer. NASA dan ESA, misalnya, mengganti bahan tangki bahan bakar mereka dari titanium ke alumunium yang terbakar pada suhu lebih rendah.
https://sains.kompas.com/read/2018/04/03/060500823/mengenal-point-nemo-yang-nyaris-jadi-peristirahatan-akhir-tiangong-1