KOMPAS.com - Meninggalnya Stephen Hawking beberapa hari yang lalu memang menyisakan duka bagi dunia. Selain duka, banyak orang mempertanyakan, kemana Hawking "pergi" setelah dia meninggal.
Pertanyaan ini muncul mengingat Hawking adalah seorang ateis murni. Hal ini pernah ditegaskannya saat diwawancarai The Guardian.
"Saya menganggap otak sebagai komputer yang akan berhenti bekerja ketika komponennya gagal," kata Hawking dikutip dari Washington Post, Rabu (21/03/2018).
Dia juga menyebut, ketika meninggal, pikirannya akan bergi ke tempat yang sama dengan aplikasi Siri di iPhone yang jatuh ke bak mandi.
Muncul Hoaks
Saking banyak orang yang tertarik dengan keimanan Hawking tersebut, muncul berbagai hoaks atau berita palsu. Dalam laman Facebook Catholics Online misalnya, muncul berita bahwa Hawking telah mempercayai Tuhan sesaat sebelum kematiannya.
"Sebelum dia meninggal, Stiph Hawkins (sic) yang tidak percaya pada Tuhan meminta untk mengunjungi Vatikan," tulis posting-an tersebut sebagai keterangan sebuah foto yang menunjukkan Hawking bertemu dengan Paus Francis.
"'Sekarang aku percaya' adalah satu-satunya pernyataan yang dia buat setelah Bapa Suci memberkatinya," lanjut keterangan itu.
Sontak, berita tersebut mendapat perhatian masyarakat. Bahkan, hoaks ini telah dibagikan 15.000 kali selama minggu berikutnya, belum termasuk kicauan dan berita tiruan lainnya.
Kebenarannya
Mengonfirmasi kebenaran berita itu, sebuah situs pemeriksa fakta, Snopes, menjelaskan bahwa hal tersebut semuanya palsu kecuali foto.
Hawking memang sempat bertemu dengan Paus Francis. Tapi hal itu terjadi pada 2016 silam, dua tahun sebelum dia meninggal.
Selain itu, fisikawan Inggris tersebut mengunjungi Vatikan bukan karena dia memintanya. Menurut Catholic Herald, kunjungan tersebut dia lakukan sebagai anggota komite ilmiah kepausan yang dilakukannya sejak 1960-an.
Sebagai informasi, Hawking tidak pernah menyatakan diri percaya pada Tuhan, bahkan telah berulang kali mengatakan hal sebaliknya.
Kunjungannya ke Vatikan waktu itu bertujuan untuk mempresentasikan gagasannya tentang asal-usul alam semesta. Misinya saat itu adalah "untuk menghormati sains murni di mana pun itu ditemukan".
Meskipun dia tidak memiliki keimanan kuat tentang Tuhan, Hawking bukanlah orang yang sangat didaktik. Dia juga menghormati upaya gereja untuk "menikahkah" sains dan agama.
Tidak Ada Tuhan
"Saya percaya penjelasan paling sederhana, yaitu tidak ada Tuhan," ungkap Hawking.
"Tidak ada yang menciptakan alam semesta, dan tidak ada yang mengarahkan nasib kita. Ini menuntun saya pada kesadaran yang mendalam bahwa mungkin tidak ada surga dan kehidupan setelah kematian," sambungnya.
Pendapat Hawking tersebut mendapat tanggapan dari pendeta Robert Spitzer. Spitzer menyamakan gagasan Yesuit tentang Tuhan dengan logika dan empirisme Hawking.
"Tuhan adalah alasan mengapa keberadaan itu ada," kata Spitzer dikutip dari Catholic Herald, Rabu (14/03/2018).
"Tuhan adalah alasan mengapa ruang dan waktu dan hukum-hukum alam dapat hadir untuk kekuatan yang Stephen Hawking bicarakan," imbuhnya.
Meski begitu, Hawking tidak mempermasalahkan tanggapan dari Spitzer tersebut. Dia tetap pada kepercayaannya bahwa ruang, waktu, dan alam semesta tercipta setelah adanya BIg Bang.
Sebelum Big Bang, menurut Hawking tidak relevan dengan alam semesta.
"Karena peristiwa sebelum Big Bang tidak memiliki konsekuensi pengamatan seseorang mungkin juga memotong teori yang menyebuh bahwa waktu dimulai pada saat Big Bang," tulisnya dalam kuliah umum bertajuk The Beginning of Time.
https://sains.kompas.com/read/2018/03/22/113300123/hoaks-sains-terbaru-stephen-hawking-percaya-tuhan