Komunikasi disebut sebagai hal yang mendasari kemampuan manusia untuk bisa berpikir secara logis.
Namun, sebuah temuan baru yang dipublikasikan dalam jurnal Science, Kamis, (15/3/2018) membuktikan bayi yang belum bisa bicara juga mampu berpikir logis.
Penelitian ini melibatkan 48 bayi berusia satu sampai satu setengah tahun. Cara mereka dapat berpikir logis ditunjukkan melalui proses eliminasi.
Tim peneliti yang berasal dari beberapa institusi di Eropa menguji logika yang disebut silogisme disjungtif. Di mana hanya A atau B yang benar. Jika A salah maka B yang benar, begitu pula sebaliknya.
Misalnya ada cangkir berwarna merah dan biru. Jika warnanya bukan merah, maka itu biru.
Peneliti membuat percobaan sederhana dengan menggunakan animasi yang ditunjukkan untuk para bayi.
Para bayi diminta untuk mengamati dua benda yang berbeda berupa dinosaurus dan bunga. Kemudian kedua benda ini ditutupi oleh papan peghalang berwarna gelap.
Kemudian peneliti mengambil sebuah cangkir untuk menghilangkan dinosaurus. Kemudian penghalangnya diangkat.
Jika dinosaurus dihilangkan seharusnya hanya tersisa bunga. Namun anehnya dinosaurus juga ada di sana.
Setelah peneliti menunjukkan bagian akhir pertunjukkan yang janggal, mereka langsung melacak gerakan mata bayi.
Peneliti melihat pupil bayi membesar dan menatap lebih lama saat melihat dinosaurus juga ada di sana. Gerakan ini menunjukkan bahwa mereka bingung.
"Hasil kami membuktikan bahwa cara berpikir logis yang diungkap lewat komunikasi bukanlah faktor utama untuk membangun logika berpikir," kata penulis studi Nicoló Cesana-Arlotti dari Departemen Ilmu Psikologi dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Johns Hopkins, dilansir Scientific American, Kamis (15/3/2018).
Cesana-Arlotti dan koleganya menulis pupil mata pada bayi yang melebar juga terjadi pada orang dewasa saat diberi permasalahan logika.
Hal ini menambah bukti bahwa bayi bisa berpikir rasional.
Meski demikian, Casena-Arlotti dan timnya tidak meniadakan pentingnya komunikasi bahasa dan simbolis terhadap perkembangan otak manusia.
Namun, penelitian ini ingin menunjukkan bahwa bahasa tidak sepenuhnya diperlukan untuk membentuk kemampuan penalaran logis otak.
Tim ini kini berencana untuk mempelajari bagaimana logika lisan dapat menambah kemampuan menalar sesuatu.
"Penelitian kami bertujuan untuk menyelidiki fondasi awal kemampuan manusia untuk berpikir logis. Karena ini adalah dasar utama untuk belajar, berkreativitas, dan kesupelan dalam pikiran manusia," katanya.
Dilansir The Verge, Kamis (15/3/2018), pada tingkat lebih lanjut penelitian ini dapat digunakan untuk mendiagnosis ketidakmampuan kognitif.
Justin Halberda, psikolog perkembangan anak dari Universitas Johns Hopkins yang tidak terlibat dalam penelitian juga menambahkan bahwa temuan ini sangat penting.
"Penelitian ini akan membuka pintu untuk meneliti bagaimana bayi berpikir dan membuat alasan," kata Halberda.
https://sains.kompas.com/read/2018/03/18/210300323/temuan-baru-bayi-mampu-berpikir-logis-meski-belum-bisa-berbicara