Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merencanakan Mitigasi Gempa Jakarta, Apa yang Perlu Diketahui?

KOMPAS.com - Beberapa waktu yang lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Jakarta berpotensi terus menerus terdampak gempa dari patahan di sekitarnya.

Beberapa diskusi dilakukan oleh BMKG dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membahas hal ini. Bahkan, BMKG sempat mengadakan Sarasehan Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) yang bertajuk "Gempabumi Megathrust Magnitudo 8.7, Siapkah Jakarta?" pada Kamis (01/03/2018).

Acara ini bertujuan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi gempa yang mungkin terjadi. Apalagi dalam prediksinya, gempa yang terjadi di sekitar Jakarta tersebut berkisar antara magntudo 6 hingga 8,7.

Sumber Gempa

Sayangnya, acara tersebut disimpulkan kurang tepat oleh sebagian masyarakat. Banyak orang mengira potensi gempa tersebut akan terpusat di bawah perut Jakarta.

Menanggapi hal ini, Abdul Muhari, Chairman Sentinel Asia Tsunami Working dalam opininya di Harian Kompas, Jumat (09/03/2018) menyebut pendapat tersebut perlu diluruskan.

"Sampai saat ini belum ada satu kajian ilmiah pun yang menyatakan terdapat sumber gempa atau sesar aktif di bawah Jakarta atau yang melewati Jakarta," tulis Abdul.

Abdul juga menjelaskan bahwa jika sumber gempa yang dimaksud oleh prediksi BMKG tersbeut adalah megathrust atau sumber gempa besar di selatan Banten, Jaawa Barat, maka yang lebih membutuhkan antisipasi adalah kawasan pesisir provinsi tersebut.

"Lagi pula, untuk Jakarta, sampai saat ini belum ada kajian mikrozonasi atau dampak gempa dalam skala detail dari megathrust selatan Jawa atau Selat Sunda terhadap Ibu Kota," tulisnya.

"Dengan demikian, pertanyaannya, kita sedang membicarakan ancaman gempa dengan karakteristik apa?" imbuh Abdul.

Karakteristik Gempa

Menurut Abdul, untuk melakukan langkah-langkah antisipasi gempa, melihat karakteristik gempa menjadi penting.

"Jika melihat persiapan (misalnya) Tokyo dalam menghadapi gempa, ancaman gempa yang diantisipasi sangat jelas, yakni perulangan dari gempa Great Kanto Earthquake yang sudah sangat well studied dengan estimasi kekuatan M 7,9-8,2," tulisnya.

"Dengan demikian, upaya mitigasi yang dilakukan pun sangat jelas, mulai dari penguatan standar bangunan, jalur evakuasi, jalur air untuk antisipasi kebakaran pascagempa, hingga waktu pemulihan infrastruktur dasar dihitung dengan pasti," imbuhnya.

Tanpa mengetahui karakteristik gempa yang akan terjadi, menurut Abdul, mustahil rencana mitigasi bisa disusun dengan baik.

Mitigasi Gempa

Setelah mengerti karakteristik gempa yang mungkin terjadi, menyusun rencana mitigasi dan mengimplementasikannya perlu dilakukan.

"Peran pemerintah dan pemlik aset, baik individu maupun korporasi, harus jelas," tegas Abdul.

"Untuk fase pra-bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan), peran pemerintah adalah membuat dan memastikan regulasi mengenai standar bangunan, tata ruang, dan edukasi berjalan baik," sambungnya.

Dalam hal ini, Abdul juga menyoroti regulasi tentang Satandar Nasional Indonesia (SNI) untuk perencanaan gedung atau bangunan di kawasan rawan gempa Indonesia.

"Imbauan tanpa arahan upaya mitigasi yang terukur serta dorongan regulasi yang teoat tentu hanya akan menimbulkan kerasahan di masyarakat," katanya.

Komunikasi ke Masyarakat

Selain membuat regulasi, menurut Abdul, pemerintah juga perlu mengkomunikasikan potensi risiko kepada masyarakat. Hal ini dianggapnya bisa meminimalkan dampak yang mungkin terjadi.

"Untuk pemilik aset, sangat penting mengetahui profil risiko dari lokasi aset terhadap bencana," katanya.

"Pemilik aset harus paham apakah aset mereka terpapar gempa (dan tsunami) dengan estimasi periode ulang dan kekuatan gempa atau tinggi tsunami berapa," imbuhnya.

Mengetahui profil risiko ini bisa menjadi dasar perhitungan
bagi pemilik aset sekiranya potensi risiko akan dialihkan ke pihak ketiga atau asuransi.

"Saat ini, cukup banyak industri di kawasan pesisir Cilegon atau di Cikarang yang sudah memiliki jaminan asuransi terhadap bencana (meskipun payung regulasi nasional tentang asuransi bencana belum ada)," tulis Abdul.

"Jadi, sekiranya ada asumsi potensi risiko baru di kawasan tersebut, pihak terkait harus benar-benar melakukan kajian detail sebelum wacana tersebut menjadi isu publik karena akan berdampak pada perhitungan kewajiban pihak-pihak yang memiliki perjanjian pertanggungan risiko bencana," tambahnya.

https://sains.kompas.com/read/2018/03/11/193539723/merencanakan-mitigasi-gempa-jakarta-apa-yang-perlu-diketahui

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke