Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagaimana Resistensi Antibiotik Bisa Terjadi?

KOMPAS.com -- Hari Paraton, Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba berkata dalam simposium nasional “More Protection, Less Antimicrobial” di Jakarta, Selasa (27/2/2018) bahwa antibiotik bukan obat yang mampu menyembuhkan segala penyakit.

Untuk itu, masyarakat patut hati-hati saat diberikan antibiotik oleh dokter. Pasalnya, apabila digunakan secara tidak tepat, antibiotik justru bisa menimbulkan resistensi antibiotik.

Resistensi antibiotik terjadi ketika seseorang mengonsumsi antibiotik tanpa mengikuti aturan yang dianjurkan dokter. Pasien, sebut Hari, tidak mematuhi takaran obat yang harus diminum, jadwal waktu obat tersebut dikonsumsi, dan panjangnya periode obat tersebut harus dihabiskan.

Selain itu, resistensi antibiotik juga bisa karena jumlahnya terlalu banyak atau terlalu kerap diminum.

“Misalnya, seseorang yang terlalu sering minum antibiotik di luar rumah sakit. Saat masuk rumah sakit lalu diterapi dengan antibiotik, bakteri penyebab penyakit justru berulah. Bakteri normal floranya mati semua. Bakteri jahat justru tumbuh,” ujarnya.

Flora normal merupakan kumpulan organisme yang menghuni organ tertentu di tubuh manusia. Umumnya, flora normal beranggotakan bakteri baik yang menjaga organ tersebut.

Jika antibiotik diberikan secara serampangan, maka bakteri baik ini ikut terbunuh. Padahal, tubuh manusia membutuhkan kehadiran bakteri baik sebanyak 90.000 triliun hingga 100.000 triliun untuk dikatakan sehat.

Akibatnya, tubuh individu mengalami infeksi yang semakin parah. Bakteri jahat justru berkembang biak secara pesat.

Hari menyebut, dalam kondisi terburuk, antibiotik sama sekali tidak bisa membunuh bakteri pencetus penyakit. Kondisi ini dinamakan pan-resistance. Resistensi jenis ini terjadi di rumah sakit dengan persentase 3-5 persen.

“Resistensi antibiotik ini berbahaya. Saya pernah menemukan kasus infeksi yang disebabkan resistensi antibiotik. Pasien terlama ini, sampai harus rawat inap 162 hari. Ada juga sih yang rawat inap dua hingga tiga hari. Jangka waktunya pendek, ya? Singkat karena langsung meninggal besoknya,” ungkapnya.

Sudah diprediksi

Sebetulnya, resistensi antibiotik ini telah diprediksikan oleh ilmuwan yang menciptakan antibiotik kali pertama, Alexander Fleeming.

“Pada tahun 1945 saat Fleeming menerima Nobel, dia telah mengumumkan bahwa suatu saat akan tiba masanya bakteri resisten. Periode tersebut diramalkan saat antibiotik mudah ditemukan dan ada di mana-mana,” ujar Hari.

Omongan Fleeming menjadi kenyataan. Kini masyarakat cenderung bebas dalam menggunakan antibiotik. Saking bebasnya, ada kelompok masyarakat yang berani mengombinasikan pakan ternak dengan antibiotik.

Hari tidak melarang antibiotik untuk hewan ternak, asal bukan dipergunakan sebagai growth promotor.

“Bayangkan satu kilogram daging ayam itu mengandung 125 miligram antibiotika. Bagaimana kalau terakumulasi di tubuh manusia?” ucap Hari.

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan urusan resistensi antibiotik perlu melibatkan sejumlah instansi seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan.

https://sains.kompas.com/read/2018/02/28/173600223/bagaimana-resistensi-antibiotik-bisa-terjadi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke