Ameetha Drupadi, dokter spesialis anak, meminta para ibu tidak usah khawatir. Hal ini disampaikan dalam acara perayaan Orami ke-5 di Jakarta pada Rabu (21/2/2018).
Penurunan tersebut merupakan hal wajar karena bayi sebelumnya tinggal dalam rahim ibu yang dipenuhi cairan.
Ketika lahir, cairan tersebut terangkut dalam badan bayi dan akan menyusut alami.
Dengan demikian, tidak ada kaitan pengaruh ASI dengan berat badan yang berkurang pada kehidupan pertama bayi.
"Beberapa hari pertama setelah dilahirkan, berat badan bayi menurun. Namun tidak lebih dari 10 persen berat awalnya," kata Ameetha.
Jika penurunan berat badan melebihi ambang 10 persen, barulah orangtua patut memeriksakan bayi ke dokter.
Untuk mengembalikan berat badan bayi, ibu disarankan tetap memberikan asupan nutrisi lewat air susu ibu (ASI). Pasalnya, bayi baru mendapatkan zat gizi dari ASI.
Cara menyusui yang dianjurkan Ameetha yakni dengan metode skin to skin. Metode ini dianggap paling mudah untuk merangsang keluarnya ASI. Bayi dan ibu juga bersentuhan secara langsung hingga ikatan emosional terbangun.
"Kalau bayi belum menyusu ASI terlalu banyak, juga jangan khawatir. Bayi masih punya cadangan lemak dalam lima hari pertamanya," ujarnya.
Cadangan lemak tersebut sekaligus berfungsi sebagai pasokan makanan yang tersimpan dalam tubuh bayi. Bayi, sebut Ameetha, tidak akan dehidrasi.
Jika dalam dua bulan berat bayi tak naik, maka orang tua perlu lebih waspada. Itu bisa jadi tanda tuberkulosis.
Pada orang dewasa, tuberkulosis ditandai dengan batuk kering berkepanjangan. Namun pada bayi, tandanya adalah berat badan yang tak kunjung naik meski nutrisi baik.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/22/124133023/berat-badan-bayi-turun-pada-masa-awal-setelah-lahir-wajarkah