Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

LIPI Akan Kaji Dampak Bahaya Mikroplastik bagi Biota Laut

KOMPAS.com -- Tanpa sadar, manusia berkontribusi pada kehancuran biota laut. Manusia menyumbang sampah plastik yang memenuhi dan pecah menjadi mikroplastik. Saking kecilnya, mikroplastik mampu menembus peredaran darah para hewan yang tinggal di laut.

Untuk itu, Reza Cordova, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) akan melakukan penelitian lebih lanjut hingga tahun 2019 mengenai pengaruh mikroplastik pada biota laut, lingkungan, serta pada kesehatan manusia.

“Disadari atau tidak, 78 juta plastik yang digunakan manusia ujung-ujungnya masuk ke laut. Padahal, laut itu merupakan kawasan terluas di bumi, yakni 70 persennya,” ujar Reza ditemui dalam acara pembukaan Oceanography Science Week 2018 di Gedung P2O LIPI Jakarta pada Selasa (20/2/2018).

Sampah plastik yang tidak didaur ulang akan terpecah menjadi kepingan kecil berukuran kurang dari lima millimeter. Inilah yang dinamakan mikroplastik. Plastik berubah menjadi serpihan, sebut Reza, karena faktor panas, gelombang, sinar ultraviolet, dan peran bakteri.

Ada banyak hewan yang menjadi korban mikroplastik, termasuk penyu.

Penyu tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan ubur-ubur sebagai makanannya dengan plastik. Akibatnya, saluran pencernaan akan kacau karena usus terobek plastik dan penyu terancam mati, kata Reza.

“Kalau mikroplastik masuk ke otak hewan laut, perilaku hewan tersebut akan terganggu. Pernah ditemukan kasus ikan mengidap tumor setelah menelan mikroplastik,” kata Reza menegaskan bahaya mikroplastik.

Kendati tingkat mikroplastik yang tertinggal di lautan Indonesia hanya 30-960 partikel per liter, Reza tetap meminta masyarakat tidak mengesampingkan dampak bahaya dari kepingan plastik kecil itu.

Dia bersama LIPI akan serius mengkaji dampak mikroplastik. Tujuannya agar masyarakat segera sadar untuk meninggalkan pemakaian plastik.

Kandungan mikroplastik di Indonesia diketahui setelah Reza dan timnya mendata 12 wilayah perairan di Indonesia selama kurun waktu 2015 hingga 2017. Wilayah yang dipilih, menurut Reza, telah mewakili persebaran daerah barat dan timur Indonesia.

Area tersebut yakni Pulau Weh, Pulau Simeuleu, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta, Teluk Benoa, Cirebon, Batam, Laut Sumba, Sekotong Lombok,Wakatobi, Ternate, dan perairan Sumatera barat daya. Titik pengambilan sampel akan ditambah hingga penelitian berakhir pada tahun 2019.

“Dari data yang ada, mikroplastik di lautan kita relatif lebih sedikit dibandingkan negara lain. Kalifornia ada 2000 partikel per liter. Yangtze di China ada 17.000 partikel per liter. Namun, ini bukan berarti kita boleh mendiamkan saja,” ujar Reza menekankan.

Selain itu, muncul kemungkinan bahaya jika mikroplastik tidak ditekan penggunaannya. Ini akan berdampak pada mata rantai makanan.

Reza mencontohkan, plankton memakan mikroplastik. Lalu, plankton tersebut dimakan ikan kecil yang ternyata juga menelan mikroplastik. Ikan kecil tersebut menjadi mangsa ikan besar yang rupanya juga mengonsumsi mikroplastik.

Berapa banyak mikroplastik yang akan terakumulasi, tanya Reza.

Dikhawatirkan, mikroplastik tersebut akan terkumpul di tubuh manusia. Seperti yang diketahui, manusia merupakan makhluk pemakan segala (omnivora), termasuk ikan. Meski belum ditemukan kasus tentang mikroplastik yang terkandung di tubuh manusia, bahaya ini tampaknya bukan sekadar imajinasi.

https://sains.kompas.com/read/2018/02/21/070900323/lipi-akan-kaji-dampak-bahaya-mikroplastik-bagi-biota-laut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke