KOMPAS.com - Menemukan jejak kaki sepertinya bukan hal yang spesial. Tapi bagaimana jika jejak kaki yang ditemukan berusia sekitar 700.000 tahun?
Jejak kaki tersebutlah yang ditemukan oleh para arkeolog di sebuah situs di Etiopia.
Situs Melka Kunture dulunya dihuni oleh sekelompok orang dewasa dan anak-anak (diperkirakan berusia satu tahun). Kelompok tersebut termasuk manusia pra-sejarah yang disebut Homo heidelbergensis.
Penduduk situs tersebut meninggalkan jejak kaki di pinggiran sungai yang berlumpur. Uniknya, jejak kaki ini terawetkan oleh lapisan abu vulkanik hingga saat ini.
Jejak tersebut mengungkap pola asuh anak dan gaya hidupnya sekitar 700.000 tahun lalu.
Jauh berbeda dengan pola pengasuhan sekarang yang overprotective, para ilmuwan menyebut, penemuan mereka mengungkapkan sebuah komunitas di mana anak-anak berpartisipasi pada kegiatan yang berpotensi bahaya dan tanpa pengawasan orang dewasa.
"Seluruh permukaan (jejak kaki) dipenuhi dengan serpihan batu dan peralatan, serta sisa dari bangkai kuda nil yang disembelih, sangat jelas ada banyak aktivitas di sana" ungkap Profesor Matthew Bennett, seorang ahli jejak kaki kuno di Bournemouth University, Inggris dikutip dari The Independent, Kamis (15/02/2018).
"Jelas anggota kelompok dewasa mulai melakukan aktivitas normal, menciptakan alat bantu untuk mengolah bangkai hewan yang mereka buru atau temukan," imbuhnya.
Selain itu, Profesor Bennet juga menjelaskan peran penting dari jejak kaki tersebut bagi pengetahuan. Peran penting yang dimaksud adalah salah satu cara untuk mempelajari moyang manusia, karena baik modern atau purba, jejak kai tersebut tetap milik manusia.
"Beberapa temuan awal hominin (manusia purba) adalah anak-anak, jadi beberapa pemahaman kita tentang nenek moyang paling awal didasarkan pada kerangka anak-anak, tapi itu tidak mengungkapkan apapun tentang perilaku," ujar Profesor Bennet.
"Jejak kaki adalah hal yang cukup emosional, dan terutama saat Anda mendapatkan jejak anak kecil yang menambahkan dimensi ekstra padanya," tambahnya.
Jejak kaki bahkan bisa menjadi catatan dari anak-anak yang sedang bermain. Situs arkeologis lainnya di Namibia, contohnya, berisi jejak kaki kiri yang ditinggalkan saat mereka bermain lompat tali atau melompati lumpur.
Dalam laporan teranyarnya yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports, para peneliti menggambarkan situs Melka Kunture tersebut.
Selain itu, para peneliti juga berspekulasi bahwa kehadiran anak-anak di lokasi tersebut adalah bukti bahwa bayi harus "ikut serta" dengan orang dewasa dalam kelompok berburu. Hal ini sepertinya dimaksudkan agar anak-anak tersebut belajar langsung tentang berburu dan membunuh hewan sasaran.
Profesor Bennet menyebut, penelitian ini menambah bukti tentang gaya hidup anak-anak di zaman purba sangat berbeda dengan anak-anak masa kini. Ditambah lagi, hal ini juga menunjukkan kontras yang jelas pada pola asuh anak dari kedua zaman tersebut.
"Kami memiliki pandangan yang sangat jelas tentang masa kanak-kanak seperti apa, Anda punya orang tua yang selalu merawat anak sepanjang waktu. Tapi di masa lalu dan juga budaya modern seluruh dunia, anak-anak lebih banyak ditinggalkan dengan perangkat mereka sendiri untuk belajar dari pengalaman," katanya.
Perilaku masyarakat berburu dan meramu, yang sering digunakan sebagai perbandingan untuk moyang pra-sejarah kita, mendukung kesimpulan ini.
"(Dalam masyarakat tersebut,) anak-anak tidak memiliki posisi istimewa yang sama dengan yang dimiliki masyarakat Barat. Mereka hanya ada di sana, tanpa diberi perlakuan khusus," ujarnya.
"Kami pikir meninggalkan anak kecil untuk bermain dengan serpihan batu atau mungkin berlatih sedikit makan potongan daging kuda nil adalah hal yang tak biasa. Tapi sebenarnya kami yang tidak biasa, bukan mereka," tutupnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/19/191700223/jejak-kaki-berusia-700.000-tahun-ungkap-pola-asuh-zaman-purba