KOMPAS.com - Biosurfaktan yang terkandung dalam bakteri di kutub memantik ide para peneliti. Para peneliti sepakat bahwa biosurfaktan membantu meningkatkan performa bahan bakar. Selain itu, dapat dibuat sebagai bahan baku deterjen.
Hal ini diungkapkan peneliti yang tergabung dalam GFZ German Research Center for Geosciences di Potsdam.
Dalam publikasinya di jurnal Trends in Biotechnology, biosurfaktan sanggup membersihkan air laut yang tercemar.
Disebutkan pula bahwa bahan bakar yang dikembangkan dari biosurfaktan tidak begitu berpolusi seperti asap pembakaran dari bensin. Selain itu, bahan bakar biosurfaktan tetap sanggup menyalakan mesin, kendati cuaca dingin sekalipun.
Menuangkan molekul tersebut sebagai campuran deterjen di mesin cuci termasuk upaya menghemat energi. Tidak butuh waktu lama untuk mengoperasikan mesin cuci, sebab molekul itu sanggup membersihkan baju secepat kilat.
Pada bakteri, biosurfaktan membuat tangguh dalam segala kondisi, termasuk suhu kutub yang ekstrem. Berkat molekul tersebut, bakteri sanggup bertahan hidup kendati pancaran matahari sedikit dan sumber air serta nutrisi semakin menipis.
“(Molekul tersebut) benar-benar berpotensi,” ujar Amedea Perfumo, ahli mikrobiologi dan bioteknologi seperti yang dikutip dari UPI pada Sabtu (17/2/2018).
dari fakta ini, Perfumo menegaskan, "Wilayah dingin di planet ini, sebetulnya menjanjikan untuk eksplorasi dan penelitian."
“Ilmuwan yang tidak berkesempatan ke kutub untuk mengambil sampel, hendaknya bisa mengambil dari organisme yang ada saja,” sambungnya.
Enzim biosurfaktan yang dihasilkan bakteri ekstremofilik telah direkayasa secara sintetis. Ini berguna bagi dunia industri. Kelak, butuh penelitian lebih lanjut tentang jenis bakteri yang memproduksi biosurfuktan paling berkualitas.
Sebelumnya, juga telah dilakukan upaya mendapatkan biosurfuktan dari minyak jelantah. Sayangnya masih kalah efektif dibandingkan dari bakteri di kutub.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/19/122705923/mungkinkah-bakteri-jadi-sumber-bahan-baku-deterjen-ramah-lingkungan