KOMPAS.com - Pernahkah Anda membayangkan apa yang akan terjadi jika kita benar-benar menemukan alien?
Hingga saat ini, manusia terus mencari keberadaan alien. Bahkan, beberapa waktu terakhir, Amerika Serikat secara terang-terangan mengungkapkan niatnya mencari kehidupan di luar bumi.
Namun, siapkah kita menghadapi alien jika benar-benar ditemukan?
Banyak ilmuwan yang membuat berbagai argumen berbasis bukti tentang hal ini. Bahkan baru-baru ini, sebuah penelitian mempelajari tentang apa yang akan terjadi saat kita benar-benar menemukan alien.
"Ada perasaan di antara publik (sebagian besar masyarakat) bahwa penemuan kehidupan cerdas setidaknya mungkin akan dirahasiakan oleh pemerintah karena jika tidak semua orang akan menjadi 'gila'," ungkap Seth Shostak, astronom di SETI Institute yang tidak terlibat dalam penelitian ini dikutip dari Scientific American, Jumat (16/02/2018).
Pendapat tersebut mungkin didasarkan pada kemampuan otak kita yang selama jutaan tahun evolusi terbiasa untuk waspada pada predator. Karenanya, menemukan kehidupan lain di luar bumi (mungkin dibayangkan sebagai makhluk asing yang sangat kuat) mungkin akan membuat kita lebih waspada.
Belum lagi, bayangan tentang "invasi asing" dan kapal luar angkasa yang menuju ke bumi mungkin akan menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Lalu bagaimanakah manusia akan bereaksi?
Para psikolog di Arizona State University (ASU), Amerika Serikat mencoba mengetahuinya. Mereka menggunakan perangkat lunak analisis bahasa untuk mengukur perasaan yang terkait dengan 15 artikel berita tentang hal yang berpotensi dikaitkan dengan kehidupan di luar bumi.
Artikel tersebut di antaranya adalah planet mirip bumi, fenomena astrofisika yang misterius, hingga kehidupan di Mars.
Dalam laporannya di jurnal Frontiers in Psychology menyebut bahwa artikel-artikel tersebut menggunakan kata-kata yang lebih positif dibanding kata-kata negatif yang lebih mengungkapkan risiko penemuan alien.
"Saya pikir, kita pada umumnya agak positif terhadap hal baru, kecuali jika kita memiliki alasan kuat untuk mencurigau hal itu dapat membahayakan kita," ujar Michael Varnum, salah seorang psikolog dari ASU.
"Tentu saja, saya tidak mengatakan bahwa jika mendapat kabar bahwa ada sekelompok kapal perang alien besar dalam perjalanan menuju bumi, kita akan bahagia kareanya," imbuh Varnum.
Menurut Varnum dan banyak ahli astrobiologi lainnya, karena sederhana, kehidupan sel satu mungkin lebih umum secara kosmik daripada peradaban yang bisa menyeberangi bintang. Dengan kata lain, kita lebih mungkin menemukan mikroba alien dibandingkan yang bisa diajak bicara.
Berdasarkah hal itu, Varnum melakukan eksperimen berikutnya yang melibatkan 500 peserta dari Amerika Serikat. Para peserta secara online diminta untuk menuliskan bagaimana mereka (dan masyarakat umumnya) akan bereaksi terhadap berita tentang penemuan alien.
Selanjutnya, para peneliti membagi peserta menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 250 orang.
Kelompok pertama diminta menanggapi sebuat artikel dari New York Times yang sebenarnya berasal dari 1996 tentang potensi penemuan mikroba fosil di meteroit Mars. Sedangkan kelompok kedua diminta menanggapi artikel dari situs yang sama namun ditulis pada 2010 tentang bentuk kehidupan sintetis pertama yang dibuat dari laboratorium.
Varnum menyajikan kedua cerita tersebut tanpa sebuah garis waktu yang membuat mereka seolah-olah "segar".
Selanjutnya, dia menganalisis respons emosional tanggapan mereka. Hasilny, tim ini menemukan bahwa peserta umumnya lebih positif saat menggambarkan kehidupan di luar bumi dan sintetis.
Rasio kata positif yang digunakan lebih besar bila merespons penemuan kehidupan di luar bumi dibanding penciptaan kehidupan sintetis. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk menulis atau bereaksi positif terhadap sesuatu.
Peserta cenderung melaporkan bahwa mereka akan merespons secara lebi positif daripada masyarakat umum. Menurut Varnum, hal ini bisa jadi karena kecenderungan psikologis yang disebut "superioritas ilusi", di mana seseorang berpikir bahwa mereka memiliki kualitas lebih baik daripada yang lain.
Meski begitu, Shostak mencatat bahwa metodologi dalam eksperimen tersebut mungkin bias dan membuat pembaca memeberikan tanggapan yang lebih positif.
"Saya tidak bisa mengatakan(kesimpulan itu) adalah kejutan besar bagi saya," ujar Shostak.
"Jika kita mengumumkan besok, kami menemukan mikroba di Mars, orang tidak akan memulai kerusuhan di jalanan... Tapi saya rasa tidak ada yang mengira jika akan terjadi kerusuhan di jalan jika orang Mars (alien) mendarat di Silicon Valley," tambahnya.
Lalu, apa yang terjadi jika yang ditemukan adalah makhluk asing yang siap mengepung bumi? Bagaimana orang akan merespons?
Otak kita dihubungkan dengan sirkuit kuno yang bertugas mempertahankan diri untuk melawan predator. Tapi saat manusia mulai menguasai dunia, pengalaman juga membentuk apa yang harus kita terima, takuti, dan bagaimana kita terbuka terhadap hal baru.
Penelitian ini hanya melihat tanggapan dari masyarakat Amerika Serikat tapi dua ahli saraf berpikir hasilnya mungkin berbeda di seluruh dunia.
"Jika Anda melihat pada masyarakat yang jauh lebih terbuka dan jauh lebih xenofobia (ketakutan terhadap orang dari negara asing) dan seterusnya, mereka mungkin menganggap (penemuan alien) jauh lebih negatif dan meresahkan," kata Liberzon, profesor psikiatri, psikologi, dan ilmu saraf di University of Michigan yang tidak terlibat penelitian ini.
"Budaya mungkin merupakan penentu yang kuat tentang bagaimana kita menanggapi hal baru," ujar Cornelius Gross, ahli saraf di Laboratorium Biologi Molekuler Eropa-Roma yang juga tidak terlibat penelitian ini.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/18/211744123/jika-alien-benar-benar-ada-bagaimana-reaksi-manusia