KOMPAS.com -- Lembaga Biologi Molekular Eijkman tengah mengembangkan ilmu genetika sebagai metode terbaru untuk memprediksi penyakit. Ini dikatakan Herawati Sudoyo, ahli genetika dari Lembaga Eijkman di sela-sela acara Seminar Publik yang dihelat Lembaga Eijkman di Jakarta pada Rabu (14/2/2018).
Genomik disebut mampu memberikan informasi tentang apakah seseorang rentan terkena suatu penyakit atau tidak. Fungsi tubuh dan hal-hal medis turut bisa diungkap lewat genomik.
Studi ini dilatari oleh ketiadaan pengetahuan mengenai respons yang akan ditunjukkan seseorang setelah mengonsumsi obat-obatan. Genomik diharapkan dapat membantu meramalkan reaksi seseorang terhadap obat yang diberikan. Dengan demikian, pemberian obat pun bisa disesuaikan terlebih dahulu berdasarkan kondisi orang tersebut.
“Dulu, untuk mengetahui respons individu terhadap obat harus dilihat satu per satu seusai dikonsumsi. Ada enzim yang bisa dipakai untuk memberikan gambaran metabolisme obat di dalam tubuh,” terang Herawati.
Metabolisme dibagi menjadi tiga, yaitu baik, sedang, dan buruk.
Baik adalah jika obat yang dikonsumsi sesuai dosis lalu dikeluarkan menjadi urin. Sementara itu, metabolisme sedang adalah ketika tubuh mampu menyaring obat yang masuk, tetapi hanya mengeluarkan separuhnya lewat urin.
Nah, metabolisme buruk adalah ketika obat sama sekali tidak bisa berfungsi secara efektif dan tidak dapat dibuang lewat urin.
Obat yang selama ini beredar di pasaran, menurut Herawati, umumnya hanya lolos standar dosis yang cocok bagi masyarakat Barat. Uji klinis obat terhadap orang Asia jarang dilakukan.
Ini akan berdampak pada individu yang memiliki sistem metabolisme buruk. Mereka akan kelebihan dosis sehingga pengobatan yang dilakukan menjadi sia-sia.
“Kami sendiri (Lembaga Eijkman) tengah memasuki tahap praeliminasi. Kami masih sebatas riset apakah genetik dapat memprediksi penyakit dan kondisi medis semacamnya,” kata Herawati.
Kelak, ilmu genetika bisa membaca bahasa-bahasa penting dari gen yang bisa dijadikan marka sebuah penyakit.
"Penyakit diabetes, misalnya. Banyak gen yang mempengaruhi. Pemicu penyakit akan dilihat apakah spesifik ada pada gen Asia atau memang ada pada semua gen secara umum," ujar Herawati.
Setelah diketahui spesifikasi gen, maka akan berujung pada penanganan penyakit tersebut yang berbeda bagi masing-masing orang. Pasalnya, masing-masing orang menyimpan gen yang bercampur, tidak sama dengan individu lain.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/15/070600823/gen-disebut-bisa-memprediksi-penyakit-ini-maknanya-bagi-kita