Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Faktor Risiko Kanker Paru lewat Kasus Humas BNPB Sutopo

KOMPAS.com - Kanker, terutama kanker paru, merupakan salah satu penyakit yang hingga kini menjadi momok bagi banyak orang. Bahkan, hanya 15 persen penderita kanker paru yang mampu bertahan hidup hingga lima tahun sejak terdeteksi.

Di antara semua hal tentang kanker paru, yang paling menjadi sorotan adalah penyebabnya. Selama ini dikenal rokok sebagai salah satu faktor risiko utama kanker paru.

Namun, banyak orang yang tak merokok juga divonis menderita penyakit tersebut.

Pada kasus kanker paru yang diderita Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, misalnya. Sutopo menyebut bahwa selama ini dia tak merokok.

"Dokter bilang saya kanker paru-paru stadium 4 pertengan Januari lalu. Awalnya shock karena saya tidak merokok, genetic tidak ada dan makan sehat," kata Sutopo melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (12/02/2018).

Lalu apa sebenarnya yang menjadi faktor risiko pemicu kanker paru?

Menurut Deputi British Lung Foundation, Stephen Spiro, kanker paru-paru selalu dihubungkan dengan merokok. Padahal sebelum kebiasaan merokok menyebar pada awal abad 20, penyakit ini kerap menimpa wanita bukan perokok.

Faktor Lingkungan

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Elisna Syahruddin dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Respiratori, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Elisna menerangkan bahwa masih banyak faktor lain yang melatari seseorang mengidap kanker paru.

Dia menjelaskan, masyarakat yang bermukim di kawasan dengan tingkat polusi indoor maupun outdoor tinggi juga berpotensi besar menderita kanker paru.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS, gas radon adalah penyebab utama kanker paru pada bukan perokok.

Radon merupakan gas radioaktif yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang terbentuk secara alami dari pembusukan elemen radioaktif seperti uranium.

Seseorang dapat terpapar radon di rumah atau bangunan yang dibangun di atas tanah atau batu dengan karateristik radioaktif tinggi. Gas yang dihasilkan oleh tanah atau batu bisa masuk ke bangunan melalui retakan di dinding atau fondasi.

Selain itu, bahaya lain yang bersumber dari lingkungan adalah asbestos. Bahan asbestos dulu banyak digunakan dalam konstruksi bangunan. Pemakaiannya dilarang sama sekali sejak 2003 karena diketahui beracun dan memicu kanker paru.

Gaya Hidup

Selain merokok dan lingkungan, ternyata gaya hidup tidak sehat juga bisa membuat seseorang terserang kanker paru. Misalnya saja, sering terpapar asap rokok karena jadi perokok pasif.

Genetik

Sebagian orang secara genetik memiliki risiko kanker paru. Mutasi genetik spesifik itu sering ditemui pada pasien kanker paru yang tidak merokok. Mereka yang memiliki keluarga dekat menderita kanker paru yang tidak merokok juga beresiko tinggi menderita penyakit yang sama.

Kebanyakan pasien kanker paru yang bukan perokok adalah kaum wanita. "Secara anekdoktal, kami melihat makin banyak pasien wanita yang tak pernah merokok tapi terdiagnosis kanker paru, dibandingkan dengan 10 tahun lalu," kata Dr.Michael Beckles, konsultan respiratori dari Royal Free Hospital.

Apa yang menyebabkan kondisi tersebut belum sepenuhnya diketahui. Tetapi para ilmuwan menduga ada kaitannya dengan faktor genetik yang dikombinasikan dengan paparan zat-zat pemicu kanker, misalnya asbestos, gas radon, bahan pelarut, asap buangan mesin diesel, hingga asap rokok orang lain.

Faktor Risiko Utama

Meski banyak faktor yang menjadi pemicu kanker paru, tapi faktor risiko utama penyakit ini tetaplah merokok.

Dalam laporan Harian Kompas pada Mei 2017, dokter spesialis paru di Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, Sita Laksmi mengatakan bahwa perokok aktif berisiko 13,6 kali lipat. Sedangkan perokok pasif berisiko 4 kali lipat terkena kanker paru.

Dengan kata lain, hingga saat ini, merokok merupakan faktor risiko utama dari kanker paru.

Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa rokok mengandung zat yang membuat kacanduan, bersifat racun, dan memicu kanker. Dari semua pasien yang ditangani oleh Sita di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta 73 persen pria dan 43 persen perempuan adalah perokok aktif.

Sisanya, penderita kanker paru merupakan perokok pasif.

Hal ini juga diamini oleh Elisna. Dia menyebut bahwa tingginya insiden baru kanker paru tidak bisa dilepaskan dari prevalensi merokok masyarakat.

"Satu dari tiga penderita kanker paru adalah perokok aktif," ujarnya.

Tak Semua Perokok

Tapi kemudian menjadi tanda tanya besar mengapa tak semua perokok terkena kanker paru?

Menurut Elisna, memang tidak 100 persen perokok terkena kanker. Hal ini karena perjalanan penyakit kanker panjang (menahun) sehingga masih ada fase yang bisa dikembalikan menjadi normal.

"Tubuh kita punya kemampuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan, termasuk merespon perubahan sel normal yang menjadi abnormal karena rokok. Kemampuan itu tidak sama pada tiap orang," kata ahli penyakit paru dari RS Persahabatan Jakarta ini dalam acara media diskusi di Jakarta (10/2/2017).

"Kemampuan tubuh untuk membunuh sel-sel abnormal itu sangat dipengaruhi oleh nutrisi, daya tahan tubuh, serta co-faktor lain. Kalau kemampuan selnya bagus, maka selamatlah orang itu dari kanker," imbuh Elisna.

Dia juga menjelaskan bahwa orang yang berhenti merokok di fase pra-kanker ini juga sangat membantu meningkatkan kemampuan tubuh.

https://sains.kompas.com/read/2018/02/14/203000323/mengenal-faktor-risiko-kanker-paru-lewat-kasus-humas-bnpb-sutopo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke