KOMPAS.com - Setiap tahun, panitia penyelenggara olimpiade selalu membagikan kondom gratis kepada atlet, jurnalis, dan semua orang yang terlibat dalam gelaran akbar tersebut. Salah satu alasan panitia adalah mencegah penyebaran penyakit menular seksual.
Bahkan, tahun ini, 110.000 kondom gratis disiapkan untuk gelaran olimpiade Pyeongchang tahun ini.
Namun yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apakah hubungan seksual pada malam sebelum bertanding adalah ide bagus untuk para atlet?
Mitos tentang larangan melakukan hubungan seksual sebelum pertandingan ternyata telah ada sejak jaman Yunani dan Romawi Kuno. Mulanya hal ini dikarenakan anggapan bahwa para atlet harus berkorban untuk menjadi yang terbaik.
Anggapan lainnya menyebut bahwa para atlet memerlukan banyak hormon pria (testosteron) karena hormon tersebut membuat mereka lebih agresif. Inilah yang kemudian membuat seks sebelum bertanding adalah ide yang buruk.
Ternyata, hal tersebut hanyalah mitos belaka. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Physiology pada 2016 memberikan fakta yang berbeda.
Penelitian tersebut melibatkan sejumlah orang yang diminta untuk melakukan hubungan seksual sebelum berolahraga. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah kekuatan mereka berkurang sebelum atau sesudah hubungan seksual.
Hasilnya, tidak ada dampak langsung aktivitas seksual terhadap performa atletik dan kekuatan para atlet.
Dilansir dari US News, Rabu (07/02/2018), Dr Lauren Streicher, direktur medis di Northwestern Medicine's Center for Sexual Medicine and Menopause yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut juga mengatakan bahwa tidak ada satu studi pun yang menunjukkan dampak pada aktivitas seksual dan performa atletik.
Meski begitu, Streicher memberikan pengecualian jika para atlet tersebut tidak mendapatkan tidur nyenyak karena seks. Dengan kata lain, masalahnya ada pada kurang tidur.
Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan kebiasaan merokok dan minum alkohol bersamaan dengan seks juga dapat menyebabkan efek negatif pada performa atlet.
Meski begitu, penelitian lain yang dipublikasikan dalam Journal of Sports Medicine and Physical Fitness pada 2000 membuat kesimpulan yang sedikit berbeda.
"Kemampuan pemulihan seoranga tlet dapat terpengaruh jika dia melakukan hubungan seksual sekitar 2 jam sebelum bertanding," tulis penelitian tersebut dikutip dari CNN, 8 Agustus 2016.
Simpulan tersebut mereka dapatkan setelah melakukan penelitian terhadap 15 atlet berusia 20 hingga 40 tahun.
Percobaan pertama, para atlet diminta untuk "puasa" seks sebelum berolahraga. Para atlet diminta menyelesaikan tes stres dengan olahraga sepeda pada pagi hari dan tes mental di sore hari.
Pada percobaan kedua, para atlet diminta melakukan hubungan seksual semalam sebelum olahraga. Kemudian kedua tes di atas dilakukan kembali.
Dalam kedua percobaan tersebut, mereka sama-sama diambil darahnya untuk mengukur kadar testosteron. Para peneliti tidak menemukan bahwa aktivitas seksual memiliki efek signifikan terhadap performa atlet selama olahraga.
Namun, para peneliti mengamati bahwa saat olahraga pagi setelah malamnya berhubungan seksual, detak jantung para atlet lebih tinggi. Inilah yang membuat mereka menyimpulkan bahwa hubungan seksual 2 jam sebelum bertanding akan mempengaruhi performa atlet.
Jadi, apakah hubungan seksual adalah ide bagus untuk para atlet yang akan bertanding?
Baca jug : Apakah Terapi Oksigen Membuat Atlet Makin Perkasa?
Menurut laporan CNN pada 2012, Maria Cristina Rodríguez Gutierrez, direktur kedokteran olahraga di National Autonomous University of Mexico mengatakan bahwa seks bukan ide yang buruk.
"Setiap atlet, baik profesional atau amatir, dapat melakukan hubungan seks selama dia tidur lebih awal, tidak dehidrasi, menghindari alkohol dan minuman yang mengubah mood karena semua ini berdampak negatif pada tubuh mereka," ungkapnya.
"Aktivitas seksual tidak boleh dilarang bagi atlet, karena tidak ada bukti ilmiah untuk itu. Hal yang sama berlaku untuk pria dan wanita," sambungnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/09/210500423/kondom-gratis-di-olimpiade-buktikan-seks-tak-pengaruhi-performa-atlet