Para pakar mengembangkan metode Psychological Development Questionnaire (PDQ-1).
Peneliti menguji metode ini pada 1959 anak dengan rentang usia 18 hingga 36 bulan, yang tidak memiliki masalah perkembangan. Bocah-bocah yang mendapat nilai rendah pada PDQ-1 diprediksi lebih berpotensi autis.
Dari hasil tes tersebut, mereka juga mengevaluasi secara menyeluruh tentang spektrum aurisme.
Metode ini dapat diterapkan pada anak-anak dari segala lapisan sosial dan ekonomi. Autisme berpotensi diidap anak dari semua kelompok ras, etnis, atau sosial ekonomi.
Berdasarkan data U.S. Centers for Disease Control and Prevention, satu dari 68 anak menyimpan spektrum kelainan autis. Anak laki-laki punya potensi 3 sampai 4 kali lebih besar.
Tingkat akurasi metode ini sendiri mencapai 88 persen. Pasalnya, metode ini mengaplikasikan spektrum penanda autisme.
Orangtua turut diajak untuk menjawab pertanyaan para pakar dalam metode ini. Sejumlah pertanyaan yang diajukan meliputi apakah anak tersebut menunjukkan tanda ketertarikan, mampu fokus dan perhatian, merespon saat dipanggil nama, gemar bermain petak umpet, dan lancar berkomunikasi dalam menyebut frase, serta mampu berinteraksi dengan orang lain.
Metode yang dikembangkan lewat penelitian yang dipimpin Zahorodny ini menjadi pilihan praktis terbaru selain The Modified Checklist for Autism in Toddlers dan menindaklanjuti (M-CHAT-R/F). Metode sebelumnya menggunakan wawancara telepon serta skrining.
“Diagonisis autisme hanya dapat dikerjakan lewat evaluasi komprehensif oleh ahli. Skrining yang efektif hanya sebagai langkah awa diagonisis,” kata Zahorodny mengingatkan, seperti yang dilansir dari EurekAlert pada Senin (5/2/2018)
Ia menambahkan, skrining autism yang mudah digunakan dan dapat diandalkan harus disebarluaskan supaya proses deteksi dini autis bisa lebih baik.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/09/130225023/ilmuwan-temukan-metode-baru-identifikasi-autisme-bagaimana-caranya