Banyak kendala yang dialami para astronom terkait hal itu. Seperti wahana ruang angkasa yang tak memiliki ruang cukup luas untuk menampung berbagai makanan dalam misi perjalanan yang cukup jauh seperti ke Mars misalnya.
Kendala lainnya, bobot makanan dapat mendorong pengunaan bahan bakar roket lebih besar. Ujungnya adalah tambahan biaya perjalanan.
Menumbuhkan bahan makanan dengan sistem hidroponik mungkin bisa menjadi pilihan. Namun kendalanya diperlukan waktu dan energi. Pilihan ini akan terbentur dengan sumber daya yang dimiliki wahana antariksa.
Untuk mengakalinya, muncul alternatif menarik yakni mengolah kotoran dari para astronom menjadi sesuatu yang bisa dikonsumsi. Sebelumnya daur ulang urin telah berhasil dilakukan dan ditempatkan di stasiun ruang angkasa internasional (ISS).
Tim ilmuwan dari Pennsylvania State University sudah mengambil langkah maju untuk mewujudkan ide tersebut. Mereka menemukan cara menggunakan mikroba untuk menghancurkan kotoran padat dan cair dengan sangat cepat.
Para peneliti mengklaim temuan mereka dapat meminimalkan perkembangan patogen. Selain itu, zat yang tersisa dapat digunakan dalam makanan ruang angkasa. Hal ini seperti dijelaskan dalam jurnal yang terbit di Life Science in Space Research, November 2017.
"Agak aneh, tapi konsepnya akan sedikit mirip Marmite atau Vegemite di mana Anda makan olesan ‘mikroba lengket’,” kata ilmuwan yang mempelajari bumi, Christopher House dilansir Science Alert, Selasa (30/1/2018).
Ilmuwan berkata kotoran tadi diubah berdasarkan standar industri, di mana mereka menggabungkannya dengan sejumlah mikroba tertentu dalam sistem silinder sebesar 1,22 meter (4 kaki).
Proses ini disebut pencernaan anaerobik yang mirip dengan proses pengolahan makanan di usus manusia yang tak membutuhkan oksigen.
Metana yang dihasilkan selama pencernaan anaerobik dialihkan ke mikroba lain, Methylococcus capsulatus. Bakteri ini telah digunakan industri dalam memproduksi suplemen atau biomassa untuk pakan ternak.
Dengan menggunakan protein 52 persen dan lemak sebesar 36 persen, biomassa yang dihasilkan dengan metana akan dilahap oleh M. capsulatus.
Untuk mengurangi kemungkinan patogen berbahaya berkembang selama konversi terjadi, para ilmuwan menumbuhkan mikroba bermanfaat lainnya di lingkungan basa dan suhu tinggi. Ini berguna mengingatkan bakteri dan virus untuk bertahan hidup pada kondisi tersebut.
Sederhananya, sistem konversi yang dikembangkan serupa dengan filter yang ada di akuarium untuk mengeluarkan kotoran ikan.
"Kami menggunakan bahan dari industri akuarium komersial namun menyesuaikannya dengan produksi metana," kata House.
"Pada permukaan materialnya adalah mikroba yang mengambil limbah padat dari aliran dan mengubahnya menjadi asam lemak, yang diubah menjadi gas metana oleh seperangkat mikroba yang berbeda pada permukaan yang sama."
Selama pengujian, tim ilmuwan melepas 49-59 persen kotoran padatan selama 13 jam. Waktu tempuh ini diklaim jauh lebih cepat dari pengolahan limbah sebelumnya.
Sayangnya, produk pengolahan kotoran ini belum sepenuhnya siap gunakan. Masih diperlukan penyesuaikan formula agar siap digunakna di ruang angkasa.
"Bayangkan jika seseorang memperbaiki sistem kami sehingga Anda bisa mendapatkan 85 persen karbon dan nitrogen dari limbah menjadi protein tanpa harus menggunakan hidroponik atau cahaya buatan," kata House.
"Itu akan menjadi perkembangan yang fantastis untuk perjalanan luar angkasa."
Peneliti berkata dengan mendaur ulang kotoran dari dalam tubuh sendiri dapat membantu astronot untuk tetap mengonsumsi nutrisi dan gizi dalam misi perjalanan panjang.
https://sains.kompas.com/read/2018/02/01/180100523/demi-bertahan-di-luar-angkasa-astronot-manfaatkan-kotoran-sendiri