Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Survei Opini Publik Indonesia tentang LGBT Dirilis, Begini Hasilnya

KOMPAS.com — Lesbian, gay, biseksual, dan transeksual atau LGBT terus menjadi isu yang ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia.

Bahkan, Dina Listiaorini Msi, dosen Atma Jaya dan kandidat doktor Universitas Indonesia (UI) yang mempelajari masalah ini, mengatakan, selama tiga tahun terakhir pemberitaan yang menggoreng isu LGBT sangat luar biasa.

Pertanyaannya, sebenarnya bagaimanakah opini publik Indonesia terhadap isu ini?

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) melakukan survei tentang LGBT sebagai bagian dari survei nasional SMRC pada Maret 2016, September 2017, dan Desember 2017. Jumlah sampel pada masing-masing survei adalah 1.220 orang berusia di atas 17 tahun yang dipilih secara acak.

Hasilnya telah dipaparkan Ade Armando selaku Direktur Media SMRC di SMRC, Jakarta (25/1/2018).

SMRC menemukan bahwa persentase orang yang tahu LGBT terus meningkat dari masa ke masa dan mencapai 58 persen pada Desember 2017.

Dari orang-orang yang menjawab tahu, 88 persen percaya bahwa LGBT mengancam, dan 81 persen setuju bahwa gay dan lesbian dilarang agama.

Sebanyak 80 persen responden juga keberatan bila seorang LGBT menjadi tetangga mereka, 89 persen keberatan bila jadi bupati atau wali kota mereka, 90 persen keberatan jika jadi gubernur mereka, dan 89 persen keberatan jika jadi presiden mereka.

“Ini sangat berkolerasi dengan pandangan bahwa gay dilarang agama dan sebagainya. Jadi gay atau lesbian jangan berharap atau sulit sekali menjadi bupati dan lain-lain,” kata Ade.

Uniknya, sikap responden secara pribadi terhadap kaum LGBT tidak selalu sama dengan temuan di atas.

Dalam survei Maret 2016, SMRC bertanya kepada mereka yang mengaku tahu LGBT, seandainya ada anggota keluarga yang ternyata LGBT, apakah akan tetap diterima sebagai anggota keluarga? Ternyata 46 persen menjawab menerima, walaupun mayoritas (53 persen) menjawab tidak menerima.

Lalu, mayoritas (57,7 persen) berpendapat bahwa LGBT berhak hidup di Indonesia, dan 50 persen meyakini bahwa pemerintah wajib melindungi LGBT seperti halnya warga yang lain.

Kecenderungan ini ditemukan tidak berbeda secara signifikan antara jender (laki-laki dan perempuan), maupun tempat tinggal (desa-kota), agama, tingkat pendidikan, dan tingkat penghasilan.

Namun, mereka yang lebih tinggi kecenderungannya dalam menolak LGBT adalah mereka yang berusia di atas 55 tahun, pensiun, dan bersuku Betawi atau Minang.

Sebaliknya, semakin muda, berpendidikan tinggi, dan bersuku Batak seseorang, kecenderungannya lebih menghargai keberagaman.

Ade mengatakan, sikap negatif terhadap LGBT ternyata tidak disertai dengan keinginan untuk mendiskriminasi LGBT sebagai warga negara.

“Memang tetap harus diberi catatan bahwa (masyarakat Indonesia) tetap diskriminatif karena menolak LGBT sebagai kepala pemerintahan, tetapi tidak sampai tahap LGBT harus dilarang dan ditiadakan dari Indonesia,” imbuhnya.

Menanggapi temuan SMRC, Dina mempertanyakan seberapa dalam pengetahuan masyarakat yang menjawab tahu LGBT. “Ini jadi relevan dengan anggapan bahwa LGBT itu ancaman dan tidak perlu dilindungi pemerintah,” katanya.

Selain itu, Dina juga ingin tahu lebih lanjut mengenai pandangan LGBT di kalangan penganut kepercayaan lokal atau adat.

Antropolog UI Dr Irwan Hidayana juga mengharapkan adanya survei lanjutan mengenai tafsir dominan apa yang dalam agama mengenai LGBT, dan ancaman yang dimaksud oleh responden.

“Ancaman itu apa? Apakah ancaman fisik, ancaman psikologi, atau ancaman ketularan? Saya pikir jawaban orang jadi agak ambigu karena tidak terlalu jelas dengan apa yang dimaksud pertanyaan itu,” ujarnya.

Irwan  juga pernah melakukan penelitian dengan topik serupa pada 2012 dan hasilnya tidak terlalu berbeda. Akan tetapi, dia dan tim juga bertanya apakah responden mengenal seorang LGBT.

“Ada perbedaan signifikan dari yang kenal LGBT dan tidak kenal LGBT. Responden yang kenal dengan LGBT secara personal memiliki sikap yang lebih positif daripada yang tidak kenal,” kata Irwan.

“Saya masih percaya bahwa orang Indonesia sebenarnya masih cukup toleran dengan LGBT karena secara historis dan kultural, cukup banyak masyarakat indonesia yang mengakui, mengenal, dan hidup besama dengan kelompok yang memiliki orientasi dan identitas seksual yang berbeda,” katanya lagi.

https://sains.kompas.com/read/2018/01/25/190357223/survei-opini-publik-indonesia-tentang-lgbt-dirilis-begini-hasilnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke