KOMPAS.com -- Tubercolosis (TBC) menjadi penyakit menular yang banyak menyebabkan kematian di Indonesia. Pada tahun 2016, terdapat 274 kasus kematian per hari di Indonesia.
Pada tahun yang sama, kasus TBC baru mencapai 1.020.000 pengidap. Angka itu menjadikan Indonesia berada di peringkat kedua kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Kemudian, disusul oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika selatan.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Pusat Persahabatan Dr dr Erlina Burhan SpP(K), MSc mengatakan, TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. 85 persen infeksi menyerang paru-paru.
“Bisa juga ke jantung, ginjal, dan tulang. Pengidap TBC terjadi pada usia produktif,” kata Erlina dalam acara “Talkshow Kesehatan tentang TBC” di kantor pusat Perkumpulan Pemberantasan Tuberkolosis Indonesia (PPTI), Jakarta, Salasa (16/1/2018).
TBC pada paru ditandai dengan durasi batuk berdahak lebih dari dua minggu. Jika sudah meluas, pengidap TBC paru akan mengalami sesak nafas. Batuk disertai darah juga akan muncul jika pembuluh darah pecah.
“Kalau menyerang tulang, timbul rasa nyeri seperti nyerti di pinggang. Tulang juga bisa bengkok. Jika TBC paru terkena pada ibu hamil, secara teori bisa berpengaruh ke janin. Janin kekurangan oksigen, berat badannya rendah ketika lahir, dan stunting (pertumbuhan yang terhambat),” ucap Erlina.
Erlina menuturkan, terdapat gejala umum yang dapat terjadi di semua jenis TBC, antara lain demam yang hilang timbul, hilangnya nafsu makan, hingga penurunan berat badan.
Penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis terjadi melalui percikan air seperti saat batuk dan bersin. Untungnya, bakteri akan mati bila terkena sinar matahari.
“Kuman akan berkembang biak di tempat yang lembap. Kalau rumah punya ventilasi bagus, itu bakteri akan keluar lewat jendela dan kalau kena sinar matahari, bakterinya mati,” kata Erlina.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk ke tubuh seseorang menjadi TBC laten. Bakteri itu akan berdiam diri dan tak menimbulkan gejala. Mereka baru akan aktif bila sistem imunitas melemah.
Untuk mengetahui ada tidaknya TBC laten, pemeriksaan dapat dilakukan melalui tes Mantoux atau pun tes IGRA (interferon-gamma release assays). Pemeriksaan TBC laten lebih ditujukan kepada orang dengan sistem imunitas lemah atau pernah melakukan kontak dengan pengidap.
“Contohnya anak pada usia di bawah 5 tahun mudah jadi aktif jika tidak diobati. (Juga) pengidap HIV, pengidap kanker yang menjalani kemoterapi, pasien rematik,” ujar Erlina.
https://sains.kompas.com/read/2018/01/17/070700923/indonesia-peringkat-kedua-tbc-di-dunia-waspadai-gejalanya