Namun, batu yang ditemukan di kawasan Mesir Selatan pada 1996 membingungkan para ilmuwan.
Batu ini diberi nama Hypatia, diambil dari nama Santa Alexandria dalam agama Katolik. Batu ini diyakini berasal dari luar angkasa. Namun, wujudnya tidak tampak seperti meteorit biasa atau asteroid. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa kandungan mineral mikronya pun tidak seperti apa yang pernah kita jumpai di alam semesta.
Biasanya meteorit tersusun atas banyak unsur silikon dan sedikit karbon. Akan tetapi, seperti yang sudah dilaporkan dalam jurnal Geochimica et Cosmochimica Acta, batu hypatia mempunyai komposisi yang berkebalikan.
Hypatia memiliki kandungan senyawa karbon yang banyak dan hampir semuanya telah berubah menjadi berlian mikro. Beberapa senyawa karbonnya sangat menarik karena memiliki kandungan hidrokarbon polyaromatik (PAH), komponen utama debu antarbintang. Selain itu, batu hypatia juga memiliki kandungan aluminium murni.
"Aluminium di sini berbentuk sebagai logam murni sendiri, dam tidak tercampur dengan senyawa kimia yang lain," kata Georgy Belyanin dari Universitas Johannesburg, Afrika, dilansir dari IFL Science, Kamis (11/1/2018).
"Sebagai perbandingan, emas terbentuk di bongkahan, tapi aluminium tidak pernah melakukannya. Kejadian ini sangat jarang terjadi di Bumi dan bagian tata surya sejauh yang diketahui dalam sains," imbuhnya.
Hal lain yang unik dari batu hypatia adalah batu tersebut memiliki kandungan mineral yang disebut moissanite atau senyawa silikon korbida dalam bentuk unik. Juga terkandung nikel-fosfor dengan sedikit zat besi, sebuah kombinasi yang tak pernah ditemukan di Bumi.
Belyanin mengatakan, semua kandungan dalam batu tersebut menunjukkan bahwa formasinya mendahului asal usul tata surya. Sebab, batu ini tidak pernah ditemukan di Bumi atau di batuan luar angkasa.
"Yang bisa kita ketahui adalah Hypatia terbentuk di lingkungan dingin, kira-kira pada suhu di bawah nitrogen cair bumi (-196 celsius). Tempat terbentuknya mungkin lebih jauh dari sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter, tempat kebanyakan meteorit berasal," kata profesor Jan Kramers, peneliti utama batu Hypatia.
"Komet biasanya datang dari Sabuk Kuiper, di luar orbit Neptunus yang jaraknya 40 kali jarak bumi dan matahari. Ada juga yang datang dari Oort Cloud atau tempat yang lebih jauh lagi. Kami hanya tahu sedikit tentang komposisi kimia dari objek luar angkasa, jadi kami mempertanyakan dari mana asal Hypatia," sambungnya.
https://sains.kompas.com/read/2018/01/12/190700523/kali-pertama-ditemukan-di-alam-semesta-batu-mesir-bingungkan-peneliti