KOMPAS.com -- Tahun ini tampaknya akan menjadi tahun bersejarah bagi dunia astronomi. Astrofisikawan percaya bahwa dalam waktu dekat, mereka akan dapat melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya, yaitu melihat rupa lubang hitam.
Jika benar terjadi, hal ini bisa membawa implikasi luas terhadap pemahaman kita mengenai alam semesta.
Lubang hitam merupakan titik di luar angkasa yang memiliki tarikan gravitasi yang begitu kuat sehingga tak ada sedikitpun cahaya yang bisa menembusnya.
Selama ini, lubang hitam masih menjadi obyek perdebatan. Albert Einstein pernah mengemukakan soal keberadaan lubang hitam ini dalam teori relativitasnya, tetapi pada akhirnya dia sendiri pun tidak yakin jika itu benar-benar ada.
Sejauh ini, memang belum ada yang mampu membuktikan jika obyek tersebut memang nyata.
Namun, The Event Horizon Telescope (EHT) tampaknya akan segera membuktikan keberadaan lubang hitam.
EHT merupakan jaringan teleskop yang ada di seluruh dunia. Dengan menyelaraskan kerja teleskop, perangkat-perangkat tersebut ini bisa menyediakan komponen yang diperlukan untuk menangkap gambar lubang hitam.
"Pertama, diperlukan perbesaran tingkat tinggi, ekstremnya mampu melakukan pengamatan hingga bisa menghitung lubang lekukan pada bola golf yang ada di Los Angeles ketika kita berada jauh di New York," kata Sheperd Doeleman, Direktur EHT dikutip dari Science Alert, Kamis (11/1/2018).
Selanjutnya, menurut Doeleman, tim peneliti perlu mencari jalan untuk melihat melalui gas di bima sakti dan gas panas di sekitar lubang hitam itu sendiri. Hal itu tak mudah karena membutuhkan teleskop sebesar bumi.
Peran inilah yang kemudian diambil oleh EHT. Tim EHT menciptakan teleskop virtual seukuran bumi, dengan menggunakan jaringan antena teleskop yang tersebar di seluruh planet ini.
Teknisnya, tim menyinkronkan piringan teleskop sehingga mereka dapat diprogram untuk mengamati titik yang sama pada ruang dan waktu yang sama pula, serta mencatat gelombang radio yang mereka deteksi ke hard disk.
Lantas dengan menggabungkan data-data dari masing-masing teleskop, tim EHT dapat menghasilkan gambar yang sebanding dengan yang bisa diciptakan jika menggunakan teleskop tunggal seukuran bumi.
Pada bulan April 2017 lalu, tim EHT menguji coba teleskopnya untuk kali pertama.
Selama lima malam, delapan piringan teleskop di seluruh dunia mengarah pada satu titik, yaitu Sagitarius A*, sebuah titik di tengah Bima Sakti yang menurut periset merupakan lokasi lubang hitam yang supermasif.
Sayangnya data dari teleskop kutub selatan belum diterima oleh MIT Haystack Observatory hingga pertengahan Desember karena minimnya penerbangan kargo di wilayah ini.
Kini, setelah tim memiliki data dari kedelapan teleskop radio, analisis dapat segera mereka buat dan diharapkan dapat menghasilkan gambar pertama lubang hitam.
Tampaknya, seluruh tim juga merasa antusias dengan prospek gambar yang belum pernah dilihat sebelumnya. Mereka juga memastikan akan mengolah data dengan hati-hati.
Sebab, gambar lubang hitam tidak hanya akan membuktikan bahwa obyek itu memang ada, tetapi juga memberikan pandangan baru mengenai alam semesta kita.
"Dampak lubang hitam di alam semesta sangat besar. Mengamatinya lebih dekat akan membantu kita memahami alam semesta dengan skala yang lebih besar," kata Doeleman.
Ke depannya peneliti berharap bisa mengambil gambar setiap waktu sehingga memungkinkan mereka untuk meneliti teori relativitas Einstein, serta mempelajari bagaimana lubang hitam tumbuh dan menyerap materi.
"Tentu saja kita tidak menjamin apa yang akan kita lihat nanti. Namun, sekarang EHT sudah siap dan berjalan. Jadi, kita berusaha memperlihatkan seperti apa sebenarnya lubang hitam itu," imbuh Doeleman.
Belum ada tanggal pasti kapan hasil akan diperoleh, tetapi setidaknya kita sudah semakin dekat dengan pengetahuan mengenai wajah lubang hitam itu.
https://sains.kompas.com/read/2018/01/12/120400823/ukir-sejarah-di-2018-peneliti-bakal-ungkap-wajah-lubang-hitam-