Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pria Harus Hati-hati, Obat Pereda Nyeri Bisa Turunkan Kualitas Testis

KOMPAS.com -- Saat tubuh merasa sakit dan nyeri, kita cenderung akan mencari obat-obatan yang beredar luas tanpa resep dokter.

Dilansir dari Hellosehat, ada dua jenis penghilang rasa sakit, yakni paracetamol yang bisa ditemukan di Panadol, Bisolvon, dan sebagainya; dan obat anti peradangan non-steroid (NSAID) yang meliputi ibuprofen (advil atau proris), naproxen, dan aspirin.

Sebuah temuan baru yang diterbitkan di jurnal Prosiding National Academy of Sciences, Senin (8/1/2018), menyebut bahwa ibuprofen yang memiliki dosis lebih dari obat pereda nyeri lainnya memiliki dampak negatif pada testis pria muda.

Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Perancis dan Denmark memperlihatkan bagaimana reaksi ibuprofen dalam dosis yang biasa digunakan atlet saat dikonsumsi pria muda.

Hasilnya, kualitas hormon mereka menurun seperti yang umumnya terjadi pada pria paruh baya. Kondisi tersebut berkaitan dengan berkurangnya kesuburan.

Dilansir dari CNN, Selasa (9/1/2018), temuan terbaru ini merupakan kelanjutan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada ibu hamil.

Bernard Jégou, salah satu penulis dan pemimpin Institute of Research in Environmental and Occupational Health di Perancis, bersama koleganya dari Denmark telah meneliti dampak kesehatan pada ibu hamil saat mereka mengonsumsi satu dari tiga penghilang rasa sakit ringan yang dikenal di seluruh dunia. Antara lain aspirin, paracetamol, dan ibuprofen.

Temuan awal mereka yang dipublikasikan di beberapa makalah pada Maret 2017 menunjukkan bahwa ketika ibu hamil mengonsumsi penghilang rasa sakit, hal itu akan berpengaruh pada testis bayi laki-laki.

Testis dan Testosteron

Testis bukan hanya penghasil sperma. Testis juga yang organ utama mensekresikan testosteron atau hormon seks pria.

"Ketiga obat disebut anti-androgenik karena mereka mengganggu hormon laki-laki," jelas David M Kristensen, rekan penulis studi dan ilmuwan senior di Departemen Neurologi di Copenhagen University Hospital.

Kristensen menambahkan, saat ketiga obat itu dikonsumsi oleh ibu hamil, maka akan meningkatkan kemungkinan bayi laki-laki lahir dengan malformasi bawaan, yakni perkembangan abnormal suatu organ atau jaringan.

Oleh karena itu, ibu hamil dan menyusui sebaiknya menanyakan pada dokter, apa saja obat yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.

"Kami kemudian bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika obat ini dikonsumsi oleh pria yang masih muda. Kami memfokuskan untuk meneliti ibuprofen yang memiliki efek terkuat," ujarnya.

Jégou berkata bahwa ibuprofen sering dikonsumsi oleh atlet olahraga sebelum bertanding untuk mencegah rasa sakit.

Untuk mengetahui efek sampingnya, tim peneliti merekrut 31 pria berusia 18-35 tahun untuk terlibat dalam penelitian. 14 pria diberi dosis ibuprofen yang sama seperti para atlet (600 miligram sebanyak dua kali sehari) setiap hari, sementara 17 pria lain diberi plasebo.

Sebagai catatan, dosis 1200 mg per hari adalah batas maksimum yang dianjurkan dalam label produk ibuprofen generik.

Dalam waktu 14 hari, pria yang rutin mengonsumsi ibuprofen menunjukkan hormon luteinizingnya (disekresikan oleh kelenjar pituitari dan merangsang testis untuk menghasilkan testosteron) menjadi serasi dengan tingkat ibuprofen dalam darah. Pada saat bersamaan, rasio hormon testosteron terhadao luteinizing menurun, tanda testis disfungsional.

Kondisi itu berkaitan dengan gangguan kesuburan, depresi, dan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular, termasuk gagal jantung dan stroke.

"Untuk yang menggunakan ibuprofen dalam waktu singkat, efeknya bisa dikembalikan. Tapi tidak diketahui apakah efek kesehatan pengguna ibuprofen jangka panjang dapat dikembalikan," kata Jégou.

Menanggapi temuan ini, Erma Z Drobnis dari University of Missouri yang tidak terlibat dalam penelitian Jégou, tetapi telah melakukan studi terpisah mengenai fertilitas pria, berkata bahwa walaupun sampel yang digunakan dalam studi (Jégou) tergolong kecil, tetapi ini sangat penting karena menyangkut obat yang dikonsumsi secara luas.

Dia pun mengharapkan adanya uji coba klinis dengan jumlah sampel yang lebih banyak, anjuran yang juga disetujui oleh Jégou sendiri.

Jégou berkata bahwa penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menjawab banyak hal, termasuk efek ibuprofen terhadap pria bila dikonsumsi dalam jumlah kecil dan apakah efek jangka panjang bisa dikembalikan.

https://sains.kompas.com/read/2018/01/09/210500323/pria-harus-hati-hati-obat-pereda-nyeri-bisa-turunkan-kualitas-testis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke