Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Arkeolog Temukan Fosil Unik Mirip Bunga Tulip, Apa Keistimewaannya?

KOMPAS.com - Penemuan fosil unik kembali terjadi. Kali ini sebuah fosil yang mirip dengan bunga tulip ditemukan.

Bagi mata yang tek terlatih, fosil ini mirip ukiran bunga di atas batu. Tapi bagi pemburu fosil bernama Lloyd Gunther, fosil bentuk tulip yang ditemukan di Antimony Canyon, sebelah utara Utah tersebut merupakan sisa binatang laut purba.

Selama beberapa tahun yang lalu, Gunther mengumpulkan batu yang kemudian diberikan kepada para peneliti di Biodiversity Institute, University of Kansas. Fosil mirip bunga tulip ini hanya satu di anatar ribuan fosil yang ia sumbangkan.

"Ini adalah spesimen paling awal dari hewan penyaring berjalan yang ditemukan di Amerika Utara," kata Julien Kimmig, penulis utama penelitian ini dikutip dari Futurity, Selasa (02/01/2018).

"Hewan ini hidup di sedimen lunak dan mengendap di sedimen tersebut. Bagian atas tulip adalah organisme itu sendiri," sambung manajer koleksi untuk Paleontologi Invertebrata tersebut.

"Ia memiliki tangkai yang menempel di bawah dan bagian atas, disebut daun kelopak bunga, yang memiliki segalanya mulai dari saluran pencernaan hingga mekanisme pemberian makanan. Itu cukup primitif dan aneh," kata Kimmig lagi.

Kimmig meneliti taksonomi, stratigrafi, dan paleoecologi dari Spence Shale (daerah yang memiliki serpihan fosil periode Kambria) yang ditemukan di Utah dan Idaho. Di tempat tersebutlah Gunther menemukan hewan penyaring yang masih belum diketahui ini.

"Spence Shale (lokasi fosil tersebut) memberi kita pelestarian jaringan lunak, jadi kita mendapatkan biota yang lebih lengkap di lingkungan ini," katanya.

"Ini memberi kita gambaran yang lebih baik tentang seperti apa dunia wal di periode Kambria. Sungguh menakjubkan melihat kelompok hewan yang telah muncul lebih dari 500 juta tahun lalu seperti arthopoda, cacing, binatang vertebrata pertama - hampir semua hewan yang ada saat ini memiliki kerabat pada masa Kambria," imbuhnya.

Pada laporan yang dipublikasikan dalam jurnal Paleontology, Kimmig dan koleganya, Luke Strotz dan Bruce Lieberman, menamai spesies ini dengan Siphusauctum lloydguntheri untuk mengenang jasa Gunther sebagai penemu fosil tersebut.

Hewan penyaring ini merupakan hewan kedua yang ditemukan dalam genusnya. Siphusauctum pertama ditemukan di luar Burgess Shale, tempat terdapat banyak fosil di Batuan Kanada.

"Apa yang hewan ini lakukan adalah menyaring air untuk mendapatkan makanan, seperti mikro-plankton," ungkap Kimmig.

"Masalahnya, di mana lokasi hewan ini berada, kami hanya menemukan spesimen tunggal selama 60 tahun di daerah tersebut," sambungnya.

Kimmig menyebut belum diketahui apakah hewan tersebut hidup secara soliter atau jatuh dari kelompoknya.

"Sulit menjelaskan suatu spesimen tunggal. Ada ganggang yang ditemukan tepat di sebelahnya, jadi kemungkinan diangkut ke sana. Alga yang ditemukan bersama fosil itu adalah alga planktonik yang mengambang sendiri," kata Kimmig.

"Itu bisa saja jatuh tepat di sebelahnya - tapi itu akan menjadi kebetulan besar - karena itulah mengapa kita berpikir fosil ini terlepas dari tempat lain dan bercampur dengan alga," imbuhnya.

Menurut para peneliti, tidak ada spesies modern yang diklaim sebagai keturunan fosil ini. Tapi Kimmig mengatakan ada beberapa contoh hewan kontemporer yang memiliki kesamaan.

"Hal yang paling dekat dari gaya hidupnya (tapi bukan kerabat) adalah crinoid atau yang biasa disebut dengan lili laut," ungkapnya.

"Sayangnya, kemungkinan tidak ada kerabat Siphusauctum lagi saat ini. Kami memiliki ribuan fosil serupa di Burgess Shale, tapi sulit untuk mengidentifikasi apa sebenarnya hewan ini. Mungkin ini terkait dengan entoprocts modern, yang lebih kecil, tapi sulit mengatakan apakah keduanya saling terkait," sambungnya.

https://sains.kompas.com/read/2018/01/04/213200723/arkeolog-temukan-fosil-unik-mirip-bunga-tulip-apa-keistimewaannya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke