Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bali Deklarasikan "Darurat Sampah", Apa yang Harus Dilakukan?

KOMPAS.com - Permasalahan sampah di Indonesia saat ini makin mengkhawatirkan. Kali ini Bali mendeklarasikan "darurat sampah".

Sebelumnya, pantai Kuta merupakan salah satu destinasi favorit para peselancar dunia. Namun kini, banyak yang mengeluhkan permasalahan sampah di pantai ini.

Sampah sedotan plastik dan kemasan makanan bertebaran di pantai tersebut, di antara para turis yang berjemur. Tak hanya itu, para peselancar juga harus mengindari sampah yang datang dari sngai atau terbawa arus yang berputar-putar.

"Ketika saya ingin berenang, itu tidak terlalu bagus, sauya melihat banyak sampah di sini setiap hari, setiap saat," ungkap Vanessa Moonshine, seorang turis Austria dikutip dari AFP, Kamis (28/12/2017).

"Itu selalu datang dari laut, sangat mengerikan," imbuhnya.

Bali sendiri sebenarnya sejak dulu dijuluki sebagai surga di bumi karena keindahan alamnya. Tapi permasalahan sampah ini mungkin membuat kita harus memikirkan ulang julukan tersebut.

Dalam permasalahan sampah di laut, Indonesia barada di urutan kedua setelah China sebagai penyumbang terbesar puing-puing laut. Sekitar 1,29 juta metrik ton sampah dihasilkan oleh Indonesia setiap tahunnya.

Masalah sampah ini berkembang terus hingga memburuk. Akhirnya, para pejabat Bali pada November 2017 lalu, mendeklarasikan "darurat sampah" di sepanjang 6 kilometer yang mencakup pantai Jimbaran, Kuta, dan Seminyak.

Pemerintah setempat telah mengerahkan 700 petugas kebersihan dan 35 truk untuk membuang 100 ton sampah setiap harinya ke tempat pembuangan sampah terdekat.

"Orang-orang dengan seragam hijau mengumpulkan sampah untuk memindahkannya tapi keesokan harinya, saya melihat situasi yang sama," ujar Claus Dignas, seorang turis dari Jerman yang mengaku melihat lebih banyak sampah setiap kali ke Bali.

Masalah sampah di Bali makin memburuk saat musim hujan tiba. Angin kencang mendorong sampah ke pantai dan sampah di tepi sungai terdampar ke pantai, menurut Putu Eka Merthawan dari badan lingkungan hidup setempat.

"Sampah ini bukan berasal dari masyarakat uang tinggal di daerah Kuta dan sekitarnya," kata Merthawan.

Menanggapi masalah sampah ini, peneliti oseanografi lingkungan dari Universitas Udayana, I Gede Hendrawan juga mengungkapkan pendapatnya.

"Sampah secara estetis mengganggu wisatawan, tapi sampah plastik adalah masalah yang lebih serius," ujar Hendrawan.

"Mikroplastik bisa mencemari ikan yang jika dimakan manusia bisa menyebabkan masalah kesehatan termasuk kanker," tambahnya.

Hendrawan mengatakan bahwa penduduk lokal dan wisatawan bertanggung jawab atas masalah sampah di pulau tersebut. Dia juga mendesak pihak berwenang untuk menginvestasikan lebih banyak sumber daya untuk mengatasi masalah ini.

"Pemerintah Bali harus meluangkan lebih banyak anggaran untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengurus sungai setempat, dan tidak membuang sampah di sungai," kata Hendrawan.

"Pemerintah pusat harus meningkatkan kampanye untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik dan melarang kantong plastik gratis di pusat perbelanjaan," sambungnya.

https://sains.kompas.com/read/2017/12/29/180100023/bali-deklarasikan-darurat-sampah-apa-yang-harus-dilakukan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke