KOMPAS.com - Religiusitas biasanya dihubungkan dengan hidup lebih sehat dan lebih lama dibandingkan atheis. Hal ini sempat membingungkan para peneliti selama beberapa waktu.
Kini para ilmuwan sosial mungkin telah menemukan alasannya. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Evolutionary Psychological Science menyebut bahwa orang ateis dihubungkan dengan gen mutan.
"Mungkin hubungan positif antara agama dan kesehatan bukanlah kausal. (Dengan kata lain,) bukan karena religius yang membuat Anda kurang stres sehingga kurang sakit," ungkap Edward Dutton dari the Ulster Institute for Social Research dikutip dari Newsweek, Sabtu (23/12/2017).
"Sebaliknya, orang-orang religius adalah populasi sisa-sisa genetik normal dari masa pra-revolusi industri, dan kebanyakan kita semua adalah mutan yang biasanya meninggal sebagai anak-anak saat itu," sambungnya.
Menurut Dutton, perubahan norma masyarakat tercermin dalam genetika kita. Menurut seleksi alam, perilaku di suatu spesies akan bekerja untuk meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidupnya.
Oleh karena itu, penyimpangan sosial terkadang terkait dengan mutasi genetik yang tidak tepat. Dutton menyebut sejak revolusi industri, pertahanan seleksi alam terhadap kemanusiaan melemah.
"Kita mengembangkan perawatan medis yang lebih baik dan lebih baik lagi, akses makanan sehat lebih mudah dan kondisi kehidupan yang lebih baik. Kematian anak jadi turun sampai ke tingkat yang sangat kecil, ini membuat semakin banyak orang dengan gen mutan bertahan sampai dewasa dan memiliki anak,"kata Dutton.
Dutton menyebut Ateisme dulu adalah penyimpangan norma, namun makin lama makin jadi umum. Hal ini terjadi karena gen yang tidak sesuai (bermutasi) tetap dapat tumbuh dan bahkan menjadi sesuatu yang normal.
Untuk penelitian ini, Dutton dan koleganya menguji kecenderungan kidal pada orang religius dan ateis. Kidal adalah penanda dari mutasi gen yang lebih tinggi.
Para peneliti kemudian menemukan bahwa tingkat kidal yang lebih tinggi pada penganut ateisme daripada penganut kebanyakan agama besar.
Ini mungkin disebabkan oleh karena seleksi alam melawan mutasi gen yang menjadi kurang intens. Akhirnya, secara tidak langsung penganut religiusitas makin jarang.
"Sementara penganut religiusitas memperjuangkan orang on-religius, tapi jumlah penduduk religius justru makin menyusut karena seleksi alamnya semakin melemah," kata Dutton.
Awal tahun ini, Dutton dan koleganya juga mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan dan atheisme. Dia memprediksi bahwa, pada akhirnya, kecerdasan dan atheisme akan sama-sama hilang oleh kembalinya seleksi alam secara bertahap.
Dutton menjelaskan, "Kita akan diambil alih oleh masyarakat yang lebih religius yang lebih etnosentris (kelompok orang yang memegang keyakinan yang sama) daripada kita. Karena kecerdasan kita menurun, saya menduga peradaban akan mundur, seleksi alam akan kembali dan kita akan menjadi lebih religius sekali lagi. Hal ini nampaknya merupakan aturan sejarah."
https://sains.kompas.com/read/2017/12/26/194000923/sains-jelaskan-kenapa-orang-religius-lebih-sehat-dan-hidup-lama