Akhir tahun berarti libur telah tiba, menyediakan waktu untuk berkumpul dengan keluarga, berkunjung kembali ke kampung halaman.
Disadari atau tidak, manusia tidak hanya berikatan dengan manusia lainnya, tetapi juga kampung halamannya.
Keterikatan antara manusia dan suatu tempat dalam dunia psikologi disebut topofilia atau keterikatan pada suatu tempat.
Baca Juga : Ketahui Pantangan Ini Supaya Anjing Tetap Sehat Saat Musim Liburan
Topofilia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ikatan perasaan nyaman dan aman pada suatu tempat. Bisa jadi, tempat itu adalah rumah, hutan, pantai, atau kantor.
Para psikolog pun mengatakan topofolia ini mirip seperti kasih sayang yang diberikan untuk orang lain.
Studi telah menunjukkan bahwa pindah dari suatu kota yang dicintai rasanya mirip seperti patah hati saat kehilangan orang yang dicintai.
Bahkan, ada juga studi yang mengatakan bahwa saat seseorang memiliki ikatan yang kuat dengan sebuah kota, maka seseorang itu lebih puas dan nyaman berada di rumah.
Hal ini karena lingkungan fisik manusia memainkan peran penting dalam menciptakan makna dalam kehidupan manusia.
Lingkungan fisik mengajarkan bagaimana manusia memandang hidupnya dan memberikan pengalaman.
"Di mana kita tinggal, umumnya memiliki ikatan yang sangat erat dengan perasaan dan diri kita," kara profesor arsitektur KIm Dovey, yang mempelajari konsep rumah dan pengalaman tunawisma, dikutip dari Inverse, Sabtu (23/12/2017).
Namun, apa itu kampung halaman?
Banyak orang yang kebingungan saat ditanya soal asal. Terkadang, pertanyaan ini menjadi rumit. Asal yang dimaksudkan itu artinya tempat tinggal saat ini, tempat dilahirkan, atau tempat dibesarkan.
Dalam sebuah penelitian yang terbit ada 29 Desember 2008 di Pew Research Center, ilmuwan mengidentifikasi tempat yang dianggap rumah oleh orang-orang.
Hasilnya, 26 persen mengatakan rumah adalah tempat dilahirkan dan dibesarkan, dan 22 persen menyebut rumah adalah tempat tinggal yang didiami saat ini. 18 persen mengidentifikasi rumah sebagai tempat tinggal paling lama, dan 15 persen menyebut rumah adalah daerah asal keluarga besar.
Di luar itu semua, yang perlu diketahui adalah orang cenderung memikirkan rumah sebagai tempat sentral yang mewakili kenyamanan dan kekacauan.
Hal ini merupakan penjelasan dari para psikolog, mengapa hampir semua orang di seluruh dunia saat diminta menggambar sebuah rumah, mereka akan menggambar rumah tepat di tengah kertas.
Seorang antropolog, Charles Hart dan Arnold Pilling pernah tinggal bersama orang Tiwi di pulau Bathurst di lepas pantai Australia Utara pada tahun 1920-an.
Orang Tiwi menganggap pulau yang mereka huni adalah tempat paling layak huni di dunia. Bahkan mereka menyebut daerah lain sebagai tanah orang mati.
Sedangkan orang Zuni dari Barat Daya Amerika menganggap rumah adalah makhluk hidup. Tempat membesarkan anak-anak dan berkomunikasi dengan roh. Mereka pun memiliki ritual tahunan yang disebut Shalako untuk memberkati rumah dan sebagai bagian dari perayaan solstice musim dingin akhir tahun.
Seperti masyarakat Zuni, mungkin sebenarnya saat liburan seperti ini kita juga sedang merayakan ritual. Seperti makan bersama keluarga, saling tukar hadiah, bertemu teman lama, mengunjungi tempat saat masih muda, dan lain sebagainya.
Ritual pulang kampung ini menegaskan dan memperbarui tempat seseorang dalam keluarga. Selain itu juga merupakan kunci untuk memperkuat hubungan di dalam keluarga karena perjumpaan.
Rumah, tempat di mana bisa merasa terkendali dan berorientasi pada ruang dan waktu. Sebuah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, sebuah ikatan abadi antara keluarga dan teman.
https://sains.kompas.com/read/2017/12/26/174812523/mengapa-kita-sangat-bahagia-saat-pulang-kampung-sains-jelaskan