Kompas.com - Siapa yang tak kenal Sinterklas. Karakter tersebut begitu dinanti oleh anak-anak, terutama pada saat malam Natal.
Namun, tahukah Anda bahwa Sinterklas juga punya teman setia yang bernama Zwarte Piet atau Piet Hitam.
Di Belanda, tempat asal tradisi Sinterklas, sosok Piet Hitam dikenal sebagai pembantu Sinterklas ketika membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak.
Meski begitu, Piet Hitam juga diceritakan sebagai sosok yang suka “menjewer” anak-anak nakal lalu membawanya pergi hingga ke Spanyol.
Tak seperti Sinterklas yang dipercaya sebagai gambaran uskup Khatolik dari Myra abad ke-3, asal usul Piet Hitam justru masih jadi misteri.
Kini, karakter dengan wajah hitam itu justru banyak ditentang karena dinilai sebagai representasi dari rasisme.
Asal-usul
Profesor Joke Hermes dari Inholland University, meyakini bahwa sosok Piet Hitam yang ada saat ini, dipopulerkan di dalam buku anak-anak pada pertengahan abad ke-19 yang ditulis oleh seorang penulis sekaligus guru sekolah, Jan Schenkman.
Keyakinan Hermes itu dikutip Rodenberg dan Wagenaar, dosen di Departemen Administrasi Publik dan Ilmu Politik Universitas Vrije Amsterdam, dalam laporannya yang bertajuk Essentializing ‘Black Pete’: competing narratives surrounding the Sinterklas tradition in the Netherlands.
Banyak narasi seputar asal usul Piet Hitam, namun Rodenberg dan Wagenaar mengerucutkanya menjadi dua, yaitu pro dan kontra.
Pertama, narasi pro Piet Hitam yang menempatkan tradisi Sinterklas dalam konteks Katolik pada abad pertengahan sebagai bagian dari pesta untuk anak-anak.
Sinterklas diceritakan selalu hadir ditemani pembantunya yang dalam beberapa kasus, memiliki warna kulit yang gelap. Teman-teman Sinterklas itu juga digambarkan sebagai sosok setan atau bukan manusia.
Lantaran hal ini pula, sosok Sinterklas dibeberapa negara justru dipasangkan dengan sosok jahat yang salah satunya adalah Krampus, makhluk seram bertanduk.
Adapula narasi pra-Kristen. Asal usul sosok Piet Hitam ditelusuri hingga masa pra-Kristen di Eropa. Narasi ini menyebut Piet Hitam sebagai bagian dari tradisi lama Eropa, termasuk di negara-negara yang tidak memiliki koloni.
Narasi lainnya menyatakan bahwa sosok Piet Hitam sebenarnya adalah gambaran dari Zwarte Klazen atau Sinterklas Hitam.
Jadi, sebelum abad ke-19, Sinterklas memiliki peran ganda. Di satu sisi, dia adalah karakter yang baik dan suka berbagi kepada anak-anak baik. Namun di sisi lain, dia juga bisa menjadi karakter jahat untuk menakut-nakuti anak-anak nakal.
Baru pada abad ke-19, berdasarkan narasi ini, seiring munculnya semangat kewarganegaraan dan identitas nasional di Belanda, munculah kebutuhan yang beragam dari tradisi Sinterklas.
Karakter Sinterklas Hitam ditiadakan dan diganti oleh pelayan setianya yakni Piet Hitam yang tidak hanya berperan membawa kantung berisi permen dan kado, tetapi juga menegur anak-anak.
Namun di luar narasi itu, ada pula narasi yang menyatakan bahwa asal usul Piet Hitam tidak lepas dari sejarah perbudakan kolonial. Narasi ini menyatakan bahwa Piet Hitam adalah warisan kolonial yang pada hakikatnya merupakan stereotip rasis kepada orang kulit hitam di abad ke-19.
Penganut narasi ini percaya bahwa karakter Piet Hitam diciptakan untuk melegitimasi perbudakan. Seperti diketahui, Belanda adalah salah satu negara yang lekat dengan perbudakan sebelum menyatakan menghapus praktik kotor itu pada 1863.
Buku anak-anak karya Jan Schenkman yang mengenalkan sosok Piet Hitam sendiri terbit pada 1850, atau 13 tahun sebelum Belanda menyatakan menghapus praktik perbudakan.
Lantaran hal itu, tokoh Piet Hitam dipandang sebagai simbol hubungan kekuasaan di masyarakat Belanda untuk menyatakan adanya pengecualian sosial kepada orang kulit hitam.
Kontroversi
Kini, dua abad setelah buku karya Jan Schenkman terbit, Piet Hitam menjadi tokoh yang dicintai sekaligus ditentang. Kontroversi teman, pembantu, atau pelayan Sinterklas itu menjadi perbincangan publik.
Rodenberg dan Wagenaar menyebut, tiga narasi awal di atas biasa digunakan oleh mereka yang pro-Piet Hitam untuk melawan orang-orang yang mengklaim tokoh itu sebagai gambaran praktik perbudakan.
Selain itu, tiga narasi tersebut juga digunakan untuk mengecilkan atau menolak adanya hubungan Piet Hitam dengan masa Kolonial Belanda.
Bahkan, mereka yang pro dengan Piet Hitam menyatakan bahwa desakan untuk mengubah gambaran teman Sinterklas itu sama saja dengan mengahancurkan tradisi lama masyarakat Eropa.
Di sisi lain, sebagian orang Belanda sendiri menentang tokoh Piet Hitam. Piet Hitam dengan muka hitam, rambut kribo, dan bibir merahnya dinilai sama saja dengan tradisi Blackface di Amerika Serikat. Keduanya dinilai sebagai representasi dari praktik rasisme, tetapi Blackface sudah dihilangkan ketika era hak-hak sipil di AS menguat.
Pada 2014 lalu, demonstrasi anti Piet Hitam berujung bentrok antara pengunjuk rasa dan pihak Kepolisian di Gouda, Belanda. Setahun sebelumnya, penentang Piet Hitam menggugat walikota Amsterdam karena mengizinkan festival tahunan Sinterklas.
Pengadilan Amsterdam lantas memutuskan bahwa izin yang diberikan oleh walikota tidak sah. Selain itu, pengadilan Amterdam juga menyimpulkan bahwa sosok Piet Hitam memang stereotip rasis orang kulit hitam.
https://sains.kompas.com/read/2017/12/24/170600423/siapa-piet-hitam-sahabat-sinterklas-yang-kontroversial-