KOMPAS.com – Proses persalinan merupakan waktu yang penuh resiko bagi ibu maupun sang bayi. Oleh karena itu, sebelum memilih metode persalinan, ibu seaiknya mengetahui risiko yang harus diwaspadai.
Salah satu metode persalinan yang tengah populer saat ini adalah water birth, di mana ibu bersalin di kolam buatan berisi air hangat.
Cara ini disebut dapat mempermudah proses persalinan dan mengurangi rasa sakit dan bayi akan merasa masih di dalam rahim ketika sampai di air.
Dr dr Ali Sungkar, SpOG-KFM mengatakan, water birth telah dilakukan oleh 5.000-7.000 ibu di dunia. (Akan tetapi), karena merupakan metode melahirkan alternatif, water birth tak diajarkan di sekolah kedokteran.
Risikonya, water birth dapat membuat bayi tenggelam. Selain itu, tak ada jaminan bayi terhindar dari penularan infeksi lewat air.
Ali mengatakan, risiko infeksi juga dapat terjadi saat melakukan lotus birth (tidak memotong tali pusat hingga terlepas sendiri dari plasenta secara alami).
“Siapa yang jamin tidak ada infeksi. Kalau kentut doang tidak ada infeksinya ya, kalau dia buang air besar juga, airnya (harus) ganti. Tiap ganti berapa airnya? Lalu, bagaimana cara mengatur suhunya supaya sama?” kata Ali dalam acara “Jaga Kehamilan untuk Generasi yang Lebih Sehat” di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2017).
Sementara itu, Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengatakan, Kemenkes tidak menganjurkan metode persalinan dengan water birth.
Eni bahkan menuturkan bahwa Kemenkes pernah memanggil sejumlah pihak yang menyebut water birth aman dilakukan.
“(Salah satu) penyebab kematian kan infeksi. Siapa yang menjamin airnya steril. Meskipun hangat, tapi kuman masih bisa hidup di situ. Kami tidak merekomendasikannya,” kata Eni.
https://sains.kompas.com/read/2017/12/15/213000723/berisiko-kemenkes-tidak-sarankan-water-birth-