Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Video Beruang Kutub Cari Makan di Tempat Sampah, Fenomena Apa?

KOMPAS.com - Potret mengerikan dari dampak pemanasan global kembali muncul. Kali ini seekor beruang kutub yang mengalaminya.

Sebuah video yang diambil oleh fotografer National Geographic, Paul Nicklen, menampilkan betapa menyedihkannya kehidupan beruang kutub tersebut. Video berdurasi 1 menit 7 detik tersebut diunggah pada 5 Desember 2017.

Video tersebut menggambarkan seekor beruang kutub yang terhuyung-huyung lemas menuju tempat sampah untuk mencari makan. Kondisi badan kurus kering dan lemas tampak jelas. Menit terakhir beruang tersebut terbaring lemas di tanah, kelelahan dan kelaparan. 

Sang fotografer menyebut hal tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan iklim.

"Ketika para ilmuwan mengatakan beruang akan punah, saya ingin orang-orang menyadari bagaimana keadaaanya. Beruang akan mati kelaparan," kata Nicklen dikutip dari Live Science, Jumat (8/12/2017).

Beruang kutub sendiri diketahui sangat terikat dengan es di laut untuk berburu anjing laut. Tapi saat iklim memanas, Artik sangat terdampak.

Es di laut Artik berada pada jumlah terbesarnya pada akhir musim dingin, sekitar bulan Maret. Kemudian Es ini akan mencair terakhir pada puncak musim panas, bulan September.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, es yang terbentuk meleleh lebih cepat dan hanya menutupi sedikit wilayah. Bahkan, wilayah ini mencatat rekor terendah jumlah es pada bulan Maret, yang seharusnya menjadi bulan paling banyak es di lautan.

Pada Maret 2016, ilmuwan NASA, Walt Meier mengatakan bahwa Artik telah kehilangan sekitar setengah volumenya pada tingkat maksimum sejak pencatatan di mulai.

Bagi beruang kutub ini adalah kabar buruk. Hilangnya es laut berarti hilang juga tempat perburuan mereka.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencantumkan beruang kutub (Urus martimus) dalam kategori rentan, karena hilangnya es laut. Menurut pantauan ilmuwan, ini berarti bahwa hilangnya es laut berarti beruang kutub harus berenang lebih jauh untuk mendapat makanan.

Hal tersebut juga berarti menempatkan anak-anak beruang pada posisi yang berisiko. Menurut sebuah penelitian tahun 2017 dari Survei Geologi Amerika Serikat mengatakan, beruang kutub harus berjalan lebih jauh dengan berjalan kaki karena hanyutnya es meningkat seiring dengan banyaknya es yang mencair.

Penelitian lain tentang beruang kutub di dekat Teluk Hudson, Amerika Serikat juga menemukan bahwa saat ini beruang kutub menghabiskan lebih banyak waktu di darat, tiba lebih awal di musim panas dan kemudian pergi lagi pada musim gugur. Ini berarti bahwa pola berburu mereka kian terbatas.

Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Ecology and the Environment pada 2015 menyebut meski beruang kutub mengubah makanannya menjadi telur angsa salju karibu dan makanan terestrial lain saat berada di darat, kalori dari sumber ini tidak cukup untuk mengganti kalori yang terbakar saat berburu.

Sayangnya, klaim perubahan iklim yang menyebabkan beruang kutub kelaparan tidak dapat digunakan.

"Anda tidak dapat mengatakan bahwa ada satu individu yang kelaparan karena perubahan iklim," kata Steven Amstrup, kepala peneliti di Polar Bears International pada tahun 2015 ketika sebuah foto beruang kutub yang kurus kering menjadi viral.

Hal itu karena beruang kutub memang sering kelaparan di alam liar secara teratur. Amstrup menjelaskan bahwa sebagai predator puncak, mereka tidak memiliki musuh alami untuk menyingkirkan mereka dari kesengsaraan saat telah terlalu tua atau terluka.

Meski begitu, video Nicklen menunjukkan bagaimana kesulitan beruang kutub saat mencari makan ketika pemanasan global. Bagi sebagian orang, video tersebut sangat mengundang keprihatinan. 

https://sains.kompas.com/read/2017/12/11/092236123/viral-video-beruang-kutub-cari-makan-di-tempat-sampah-fenomena-apa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke