Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Diet Gagal Terus? Bisa Jadi karena DNA Anda

KOMPAS.com — Memiliki tubuh yang indah adalah impian semua orang. Oleh karena itu, tak jarang banyak orang berdiet untuk mendapatkannya. Namun, tampaknya diet yang "sempurna" berkaitan dengan DNA.

Sebuah temuan awal pada tikus yang diterbitkan pada Jumat (1/12/2017) dalam jurnal online Genetics melihat bagaimana jenis genetika yang berbeda merespons berbagai jenis makanan yang berbeda, termasuk yang umumnya dianggap lebih sehat.

Empat kelompok tikus dengan garis genetik berbeda dipelajari responsnya terhadap pola makan yang berbeda-beda.

Pola makan ini bervariasi dari segi bahan umum, keseimbangan serat, lemak, dan protein, serta "bahan aktif" yang diambil dari beberapa makanan di wilayah tertentu yang sering disebut sebagai superfood.

Beberapa diet yang diuji adalah diet Jepang yang mengandung banyak pati, minyak kedelai, dan ekstrak teh hijau; diet ketogenik yang tinggi lemak dan protein seperti yang dimakan oleh orang Maasai dan Kenya; dan diet Mediterania yang kaya minyak zaitun dan ekstrak anggur merah.

Ketiga diet tersebut dibandingkan dengan diet kontrol yang berisi makanan dari toko dan diet Amerika yang kaya karbohidrat olahan dan lemak.

Setiap kelompok diet menerima jumlah kalori yang sama setiap makan. Namun, selama enam bulan, kelompok genetik yang berbeda menunjukkan efek yang berbeda pada makanan yang sama.

William Barrington, penulis utama penelitian ini, mengatakan, sebagian besar subyek hewan menunjukkan respons yang baik terhadap pola makan yang sehat.

Akan tetapi, makalah yang dikutip oleh The Independent, Jumat (1/12/2017), menemukan bahwa "Meskipun setiap pilihan diet lebih memperbaiki kesehatan dibandingkan diet Amerika, tidak ada satu pun yang tidak memperbaiki kesehatan di semua latar belakang genetik."

Pada diet Jepang, satu dari empat jenis genetik menunjukkan kerusakan hati. "Gen keempat (tikus) menunjukkan respons baik pada semua makanan, tetapi tidak pada diet ini (Jepang). Ia mengalami peningkatan lemak di hati dan ada tanda kerusakan hati," kata Barrington.

Sementara itu, diet Maasai yang tinggi lemak memiliki efek negatif berbeda pada dua kelompok tikus. "Satu menjadi sangat gemuk, dengan hati berlemak dan kolesterol tinggi, sedangkan satu lagi menjadi lesu dengan tingkat lemak tubuh yang lebih tinggi meski tetap kurus," ujar Barrington.

Lalu, hewan dalam kelompok diet ala Amerika mengalami peningkatan kadar lemak pada semua gen, dan beberapa sampai obesitas dengan tanda-tanda "sindrom metabolik" di mana tekanan darah, gula, dan kolesterol memburuk.

"Kami menemukan bahwa diet Amerika lebih menyebabkan efek negatif di seluruh jenis gen dibandingkan dengan diet kontrol. Namun, seperti pada manusia, tingkat keparahan efek bervariasi melintasi latar belakang genetik," ujar makalah tersebut.

Barrington juga berkata bahwa tujuan penelitian ini sebenarnya adalah menemukan makanan yang optimal, tetapi tim tersebut malah menemukan bahwa diet sangat bergantung pada genetika individu.

Dengan kata lain, tidak ada satu diet yang paling baik dan cocok untuk semua orang.

Dia juga berteori bahwa variasi tersebut kemungkinan bergantung pada apa yang nenek moyang kita kembangkan dan makan. Barrington menyebutkan bahwa di masa depan, bisa jadi tes genetik dibutuhkan untuk membuat rencana diet yang lebih baik.

https://sains.kompas.com/read/2017/12/05/184416723/diet-gagal-terus-bisa-jadi-karena-dna-anda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke