KOMPAS.com -- Remaja sering diidentikkan dengan tingkah sembrono. Sebagai contoh, mereka mungkin tahu bahwa sekolah itu penting, tapi untuk belajar saja banyak sekali halangan dan pengalihannya.
Hal ini mungkin karena otak mereka belum cukup berkembang untuk menilai dengan tepat seberapa besar hal yang dipertaruhkan. Pola pikir ini berbanding lurus dengan tingkah mereka yang sembrono dan bertindak semaunya.
Sebaliknya, orang dewasa pada umumnya lebih bisa membaca situasi dan tahu kapan memberi waktu ekstra atau fokus lebih untuk menyelesaikan persoalan.
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa bila potensi imbalan atau kerugian lebih tinggi, orang dewasa akan melakukan tugasnya dengan lebih baik. Namun hal ini tidak terjadi bagi remaja.
Catherine Insel dan koleganya dari Harvard University, meminta remaja berusia 13-20 tahun untuk bermain game saat berbaring di pemindai otak fMRI.
Dalam beberapa putaran permainan, para peserta bisa mendapatkan 20 sen dollar AS untuk respons yang benar, dan kehilangan 10 sen dollar AS untuk respons yang salah.
Namun, dalam putaran dengan taruhan yang lebih tinggi, respons yang benar akan mendapatkan 1 dollar AS, sedangkan jawaban salah akan membuat partisipan kehilangan 50 sen dollar AS.
Tim tersebut menemukan bahwa peserta yang lebih tua memiliki performa yang lebih baik dalam putaran dengan taruhan yang lebih tinggi, sedangkan peserta yang lebih muda tidak mau mengubah kinerjanya.
"Menariknya, kemampuan untuk menyesuaikan kinerja sesuai taruhan saat bermain muncul secara bertahap pada masa remaja," ungkap Insel dikutip dari New Scientist, Selasa (28/11/2017).
Ketika tim tersebut melihat aktivitas otak para peserta, mereka menemukan bahwa kemampuan untuk memperbaiki kinerja terkait dengan perkembangan otak. Perkembangan tersebut utamanya pada wilayah yang disebut jaringan kortikostriatal.
Wilayah ini dikenal menghubungkan area-area yang terlibat dalam penghargaan kepada orang-orang yang mengendalikan perilakunya. Jaringan tersebut terus berkembang hingga kita berusia minimal 25 tahun.
"Semakin berkembang jaringan kortikostriatalnya, semakin baik para peserta meningkatkan kinerjanya pada tugas dengan taruhan besar," kata Insel.
"Temuan ini menjelaskan mengapa beberapa remaja begitu tidak peduli saat melakukan hal-hal sembrono penuh risiko," ujar Kathrin Cohen Kadosh dari University of Surrey, Inggris.
Menanggapi penemuan ini, Stefano Palminteri dari Ecole Normale Superieure di Paris yang tidak terlibat dalam penelitian ini berpendapat bahwa sekolah harus mempertimbangkan kembali cara menguji kompetensi pada remaja.
"Studi ini menunjukkan bahwa mengevaluasi kinerja siswa di sekolah dalam satu ujian akhir bukan ide yang bagus," ungkap Palminteri. Menurut dia, sekolah sebaiknya menggunakan berbagai tes yang lebih kecil sepanjang tahun.
"Kita bisa melihat studi ini dari sisi lain. Remaja memberikan jumlah usaha yang sama ke dalam tugas yang tidak 'penting', dan lebih memilih menekuni hobi daripada sekolah. Ini bisa jadi hal yang baik, misalnya remaja mungkin bisa belajar keterampilan sosial yang kompleks," kata Palminteri.
https://sains.kompas.com/read/2017/12/05/115410623/anda-benar-otak-remaja-tidak-bisa-bedakan-mana-yang-penting-dan-tidak