Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peneliti Temukan Bakteri Mulut di Tumor Usus Besar, Kok Bisa?

KOMPAS.com -- Para peneliti melaporkan temuan terbaru terkait bakteri misterius yang tinggal di setengah tumor usus besar.

Disebut fusobacterium nucleatum, bakteri ini ternyata bisa ikut berpindah mengikuti penyebaran kanker. Lalu, meskipun tidak diketahui dengan jelas apakah bakteri tersebut menyebabkan kanker, antibiotik yang menekan pertumbuhan fusobacterium ternyata juga memperlambat pertumbuhan sel kanker pada tikus.

Kaitan antara fusobacterium dan kanker usus besar dimulai pada Oktober 2011.

Dr Matthew Meyerson dari Dana-Farber Cancer Institute dan Dr. Robert A. Holt dari Simon Fraser University, British Columbia menemukan bahwa bakteri fusobacterium terdeteksi di tumor kolon atau usus besar. Padahal, fusobacterium adalah bakteri mulut yang bisa ditemukan pada plak gigi dan menyebabkan penyakit gusi dan periodontal.

BACA: Kanker Paru, Mengapa Sulit Terdeteksi?

Penemuan mengejutkan ini memicu para peneliti seluruh dunia untuk menyelidiki. Namun, misteri fusobacterium justru menjadi semakin rumit.

Terbaru, studi yang ditulis Dr Meyerson dan koleganya di jurnal Science berhasil memberikan sebagain jawaban.

Selama dua tahun lamanya, mereka meneliti kanker usus besar pada manusia sudah menyebar ke hati.

Dari sini, Meyerson dan koleganya mengetahui bahwa tumor usus besar yang sudah terinfeksi fusobacterium, akan terus terinfeksi. Jika kanker sudah menjalar ke hati, bakteri ini pun ikut di dalamnya.

Sebaliknya, tumor usus besar yang tidak terinfeksi bakteri tersebut juga tidak akan menyebarkan bakter ke hati. Bakteri juga tidak terdeteksi pada kanker yang dimulai dari hati dan menyebar ke usus besar.  

"Sejauh ini, penjelasan yang paling mungkin adalah kanker bermetastasis (penyebaran kanker ke tempat lain dalam tubuh, red) ke hati dan membawa mikrobiota ini. Bakteri itu tidak ada di sana secara kebetulan," kata Meyerson.

Dr Meyerson dan koleganya juga mentransplantasikan sel kanker usus besar yang dimiliki manusia ke tikus. Setelah kanker itu tumbuh, para ilmuwan mengambil potongan kanker dan membagikannya ke tikus lain.

BACA: Temuan Baru, Kanker Esofagus Bisa Dideteksi 8 Tahun Lebih Awal

Peneliti melakukan hal ini berulang kali dan memindahkan kanker sampai generasi tikus ke empat. Ternyata, fusobacterium tidak hilang dan tetap ada dalam bagian kanker.

Menariknya, saat peneliti merawat tikus dengan antibiotik metronidazol yang dapat membunuh fusobacterium, ternyata pertumbuhan tumor ikut melambat.

Sebagai perbandingan, para peneliti merawat tikus dengan erythromycin, antibiotik yang sudah diketahui tidak mempan untuk fusobacterium. Hasilnya, pertumbuhan tumor tidak terpengaruh sama sekali.

Lantas, adakah mungkin untuk melakukan pencegahan tumor usus besar dengan menciptakan antibiotik yang membunuh fusobacterium?

Tunggu dulu. Emma Allen-Vercoe dari Universitas Guelph, yang mempelajari peran bakteri dalam kanker usus besar, berkata bahwa antibiotik tidak dapat menarget satu jenis bakteri saja. Bisa jadi ada bakteri lain yang penting untuk tubuh dan ikut terbunuh.

BACA: Temukan Penanda Kanker, Dokter Indonesia Dapat Apresiasi Dunia

"Kami belum bisa memprediksi efek antibiotik yang diberikan, ditambah lagi setiap orang memiliki mikrobiota usus yang berbeda," kata Allen-Vercoe.

Selain itu, Dr Holt juga berkata bahwa metode ini memiliki satu masalah lagi. Pasien harus minum antibiotik terus-menerus karena fusobacterium akan terus kembali ke mulut. Kalau penggunaan antibiotik dihentikan, bisa jadi fusobacterium dapat kembali ke sel tumor.

Atas pertimbangan itu, vaksin kanker usus besar berdasarkan antibiotik metronidazol dinilai kurang dapat membantu. Lagipula, menurut Allen-Vercoe, tidak semua fusobacterium berkaitan dengan kanker.

"Dari sedikit bakteri yang ada, tidak ada konsensus yang jelas mengapa mereka berperilaku patogen. Jadi tidak ada target yang jelas untuk vaksin," jelasnya.

https://sains.kompas.com/read/2017/11/27/190800023/peneliti-temukan-bakteri-mulut-di-tumor-usus-besar-kok-bisa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke