Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Detik-detik Terakhir Adam Fabumi dan Perjuangannya yang Berlanjut

JAKARTA, KOMPAS.com — Perjuangan keluarga besar Adam Fabumi Kamaludin dalam menghadapi Trisomy 13 atau sindrom Patau perlu diteladani. Meski tahu itu penyakit langka, Adam kecil dan kedua orangtuanya tak berhenti berjuang.

Perjuangan Adam usai pada Rabu (22/11/2017). Pada usia tujuh bulan kurang dua hari, bayi kecil ini menemui Tuhan.

Namun, semangat Adam terus berlanjut melalui Adam Fabumi Foundation.

Kisah terakhir Adam diutarakan secara langsung oleh kedua orangtuanya, Ratih Megasari dan Kiagoos Kamaludin, melalui akun Instagram Adam Fabumi Foundation pada Minggu (26/11/2017).

Pada Selasa (21/11/2017) pukul 23.00 WIB, Kiagoos membangunkan Ratih dari tidurnya saat mengetahui napas Adam tidak teratur.

“Kami bangunin Bu Dewi (pengasuh Adam yang disebut Oma Suster). Akhirnya kami suction (lakukan penyedotan), takutnya ada slem dan memang sebentar lagi sudah jam suction dia. Setelah itu Adam agak tenang, tapi masih gelisah dan enggak nyaman,” kata Ratih.

Ratin dan Kiagoos menduga kegelisahan Adam terjadi karena penggunaan ventilator yang membuat Adam tak nyaman. Keduanya berusaha mencari posisi tidur terbaik Adam dengan menyesuaikan letak ventilator, tetapi kegelisahan terus berlangsung.

Dugaan lain tertuju pada pengaturan ventilator. Pukul 03.00 WIB, teknisi ventilator memastikan bahwa tak ada yang salah dalam pengaturan alat bantu pernapasan itu.

Ratih mengatakan, kegelisahan Adam mereda saat berada dalam dekapannnya. Adam bisa tertidur sektiar 30 menit, terbangun dan kembali tidur sekitar 10-15 menit.

Kondisi ini berlangsung hingga pukul 05.00 WIB. Napas Adam semakin berat hingga bahunya ikut naik turun.

“Padahal oksigen dia (Adam) kami kasih lumayan tinggi, tapi saturasinya masih 80-an. Kami putuskan bawa ke rumah sakit. Tadinya mau pakai ambulans yang biasa. (Tapi) Kami pikir kalau mau tunggu ambulans lagi takutnya lama, kan, mereka ada prosedur. Kami modal nekat bawa Adam ke rumah sakit pakai oksigen,” kata Ratih.

Pagi yang sepi membuat perjalanan menuju rumah sakit hanya memakan waktu sekitar 10 menit. Adam langsung masuk ke Instalasi Gawat Darurat dan mendapat pertolongan pertama.

Dokter menyarankan Adam masuk Pediatric Intensive Care Unit (PICU) karena membutuhkan ventilator dan dilaksanakan sekitar pukul 06.30 WIB.

Kedua orangtuanya menunggu di luar saat dokter dan suster menjalankan berbagai prosedur, sebelum memutuskan pulang untuk beristirahat.

“Jujur, perasaanku gelisah karena enggak pernah melihat Adam seperti itu. Sekitar pukul 10.00, aku telepon dokternya untuk tanya kondisi Adam. Katanya, memang ketika ditanganin gelisah. Sempat tenang dan saturasinya oke, tapi gelisah lagi,” kata Ratih.

Mendengar kabar itu, Ratih dan Kiagoos segera kembali menemui Adam.

Kondisi Adam tak juga membaik, bahkan lebih mencemaskan dibanding sebelumnya. Suhu tubuhnya mencapai 39 derajat Celsius dan berkeringat dingin

Ayahnya yang tak kuasa melihat kondisi Adam keluar ruangan lebih dulu, sedangkan ibunya masih berada di ruang PICU dan merasa kondisi anaknya memburuk.

Tak mau mengganggu kinerja dokter dan suster yang berusaha menolong Adam, Ratih menyusul suaminya. Dia meminta kepada suster untuk memberi kabar melalui telepon.

Kepada suaminya, Ratih bercerita bahwa perasaannya tak karuan. Dia gelisah ketika keluar dari PICU. Suaminya berkata bahwa dia juga mengalami hal yang sama. Mereka berdua tak pernah melihat putranya dalam kondisi itu sebelumnya.

Telpon datang dari suster dan meminta mereka segera datang. Nada suara suster kembali membuat perasaan Ratin dan Kiagoos gelisah. Saat masuk PICU, Adam tengah diresusitasi.

“Sudah enggak bisa ngapa-ngapain. Dokter bilang terlalu tipis denyutnya sampai mesin enggak bisa baca (denyut jantung). Memang di mesin masih ada grafik. Cuma menurut dokternya, itu karena Adam lagi di CPR (Cardiopulmonary Resuscitation). Sudah dimasukin suntikan adrenalin juga buat pacu jantung,” kata Ratih.

Ratih memegangi kaki anaknya dan berharap keajaiban membuat kondisi Adam membaik. Berkali-kali dokter berkata bahwa detak jantung Adam tak dapat dirasakan. Namun, Ratih masih meyakini kondisi Adam akan membaik.

Sampai akhirnya, dokter melihat pupil mata Adam. Kiagoos juga menyaksikan sendiri pembuluh darah yang pecah dan membuat mata anaknya memerah. Ratih mengatakan, dada Adam terlihat mulai memar karena resusitasi.

“Dokter sempat menjelaskan, ‘Bu, ini kami sudah melakukan tindakan cukup lama, tapi tidak ada respon dari anaknya’. Secara enggak langsung mau kasih tahu ini (Adam) sudah enggak ada. Tapi kenapa di monitor masih ada grafik? Karena apa yang dilakukan dokter dan suster ini yang masih mau ngembaliin dia, kurang lebih gitu,” kata Kiiagoos.

Ratih menyampaikan rasa ikhlasnya kepada dokter dan Adam dinyatakan meninggal pukul 15.35 WIB. Dia mengucapkan rasa terima kasih atas segala yang Adam berikan.

“Dia sudah kasih bonus ke kita. Tujuh bulan itu benar-benar bonus banget. Kami enggak kepikiran Adam hari itu bakal pergi,” kata Kiagoos.

“Sebenarnya kami tahu momen ini bakal ada, tapi enggak nyangka secepat ini. Paling jelek kondisi Adam, dia bakal lama di rumah sakit atau pakai mesin yang lebih tinggi lagi. Itu pikiran kami. Enggak kepikiran hari itu Adam pergi,” kata Ratih.

Kiagoos mengatakan, Adam meninggal karena mengalami gagal jantung. Dari hasil foto thorax setelah masuk rumah sakit, tiga perempat rongga dada Adam dipenuhi jantung.

Ritme denyut jantung Adam tidak stabil. Puncaknya mencapai 220 denyut per menit, dengan denyut jantung normal berkisar 140-160 per menit. Hingga pada akhinya jantung Adam tak lagi memompa darah melainkan hanya bergetar.

Ratih menuturkan, beberapa hari sebelumnya Adam selalu menangis dan tak mau ditinggal usai dijenguk. Adam hanya mau tidur jika tubuhnya dipegang, baik tangan atau pun kaki. Dia akan langsung bangun jika orang di sampingnnya melepaskan pegangannya.

Menurut Ratih, hal itu semacam tanda bahwa Adam tak mau jauh dari orang yang dia sayangi.

Senyum dan Wangi Adam

Ratih membawa putranya dengan menggunakan kursi roda. Meski sudah tak bernyawa, dia melihat anaknya tersenyum. Suster yang melihatnya juga mengatakan hal yang sama.

Selain senyum, Ratih berkata bahwa Adam mengeluarkan bau harum yang khas meski tak menggunakan parfum. Ia berujar bahwa sulit untuk mendefinisikan wangi tersebut dan bagaimana wangi itu terjadi. Wajah Adam juga terlihat segar dan bersinar.

Tak sampai setengah jam, mereka telah sampai di rumah, dan sekali lagi, orang lain yang bertemu Adam berujar terkait senyum dan wangi tubuhnya.

“Sampai rumah, Adam kami tidurin. Kami lihat mukanya itu benar-benar seperti orang tidur siang tapi lebih pulas dan mukanya fresh, glowing. Bibirnya merah. Ada perasaan lega tahu Adam sudah enggak ngerasain sakit lagi. Pas semua orang datang, ‘Masya Allah, Adam senyum’. Sampai dicium-cium dan semua orang bilang wangi banget,” kata Ratih.

Band musik Ran dan para follower Instagram Adam berdatangan melihat kondisi terakhirnya. Ratih meminta maaf tak bisa menyapa mereka satu-persatu.

“Walau Adam enggak ada bikin kita sedih, tapi dia ninggalin momen positif dan membekas. Kita jadi happy. Bersyukur banget mengandung Adam, melahirkan, (dan) merawat Adam," kata Ratih.

Dia melanjutkan, dari awal kami tahu itu enggak ada obatnya. Tapi kami berharap (Adam) bisa baik. Kita sudah all out dari aspek medis, perawatan, dan kasih sayang. Kita sudah totalitas. Semoga Adam ngerasain itu.

Ratih mengatakan, Adam Fabumi Foundation akan mengeluarkan produk dalam waktu dekat. Hasil penjualan itu akan disalurkan bagi yang membutuhkan. Peralatan medis yang Adam gunakan juga akan disalurkan kepada pejuang kecil lain yang tengah bertahan hidup.

“Walaupun Adam sudah berpulang ke pangkuan Allah, bukan berarti semangat juang berhenti. Melalui AFF (Adam Fabumi Foundation), perjuangan Adam terus dilanjuti untuk menolong teman-temannya Adam yang membutuhkan pertolongan," tulis keterangan foto Instagram Adam Fabumi Foundation pada Jumat (24/11/2017).

"Insya Allah ini semua amanah dari almarhum baby Adam agar kami di sini bisa terus melanjutkan semangat hidupnya untuk orang lain,” sambungnya.

https://sains.kompas.com/read/2017/11/27/180700023/detik-detik-terakhir-adam-fabumi-dan-perjuangannya-yang-berlanjut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke