KOMPAS.com -- Ketika kecelakaan nuklir atau bahan kimia terjadi di suatu tempat, tidak jarang bila area tersebut langsung diisolasi agar tidak memberi dampak negatif lebih lanjut bagi lingkungan dan manusia.
Namun, kini ada kemungkinan area tersebut bisa menjadi layak kembali dengan bantuan tanaman asli dari Australia.
"Ini adalah bioteknologi yang disebut dengan 'fitoremediasi'. Teknologi ini memanfaatkan tumbuhan alami untuk membuat kawasan yang terkontaminasi aman kembali," kata Megan Phillips, seorang ilmuwan lingkungan dari University of Technology Sydney (UTS) dikutip dari Science Alert, Sabtu (25/11/2017).
Pada 1986, di lokasi ledakan reaktor nuklir Chernobyl, tanaman telah terdokumentasikan memiliki peran dalam pemulihan lahan yang baik.
Phillips bahkan mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa bunga matahari mampu "menyerap" radionuklida, yang dikenal sebagai isotop radioaktif.
Tanaman Mustard India juga telah terbukti mampu mengakumulasi logam berat pada tanah yang tercemar.
Lalu, kenapa tim ini fokus pada tanaman Australia?
Hal ini tak lain karena Australia memiliki gelombang panas musiman yang kuat, tanah kurang gizi, dan curah hujan sporadis - sebuah kondisi yang membuat sebagian besar tanaman non-asli kesulitan untuk bertahan.
"Tanaman asli kami (Australia) telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan kami yang keras dan hal ini akan lebih mungkin bertahan dalam jangka panjang jika kami menanamnya di daerah terkontaminasi," ujar Phillips.
Tidak banyak informasi dalam penggunaan tanaman Australia untuk fitoremediasi. Inilah yang ingin diubah oleh para peneliti UTS.
"Ini adalah bidang penelitian yang menarik karena selain keefektifannya sebagai bioteknologi, diketahui juga bahwa tanaman dapat mendekontaminasi area dengan aman, tanpa menganggu masyarakat dan spesies asli," kata Phillips.
Dia melanjutkan, teknologi juga sangat hemat biaya, bisa sampai sepuluh kali lebih murah untuk diterapkan dibanding dengan menyewa ekskavator untuk menggali situs yang terkontaminasi dan memindahkannya ke tempat pembuangan sampah.
Namun terlepas dari hal tersebut, kurangnya penelitian lapangan berati fitoremediasi jauh lebih jarang digunakan di Australia dibandingkan di negara lain.
"Ada banyak kisah sukses di luar negeri dengan fitoremediasi yang bekerja dalam skala besar, seperti bekas lapangan terbang dan lokasi industri," Phillips menambahkan.
"Ini adalah bioteknologi yang menjanjikan untuk diaplikasikan di dunia nyata, jadi potensi ini bisa menjadi bagian dari cara normal kita mengelola lahan yang terkontaminasi di masa depan," tutupnya.
Phillips dan timnya berencana menyelesaikan proyek ini pada November 2017 kemudian mempublikasikan temuan mereka.
Berikut ini adalah video penelitian yang dilakukan para ilmuwan Australia.
https://sains.kompas.com/read/2017/11/27/170200123/berkekuatan-super-tanaman-australia-bisa-bersihkan-kontaminasi-nuklir