KOMPAS.com - Setelah Thomas Alva Edison menemukan lampu, malam hari di bumi tak lagi gelap. Bahkan bisa dibilang semakin terang saja tiap tahunnya.
Sebuah penelitian tentang gambar bumi di malam hari mengungkapkan bahwa cahaya buatan telah tumbuh lebih cerah dan lebih luas setiap tahun. Bahkan, antara tahun 2012-2016, area outdoor yang dihiasi lampu meningkat lebih dari dua persen per tahun.
Para peneliti menyebutnya sebagai "hilangnya malam". Mereka juga berkata bahwa di beberapa negara, hal ini memiliki konsekuensi negatif untuk semua makhluk hidup.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advance ini menggunakan radiometer satelit miliki NASA untuk mengukur kecerahan cahaya malam hari.
Hasilnya, perubahan kecerahan dari waktu ke waktu sangat bervariasi menurut negaranya. Misalnya saja beberapa "negara terang", seperti Amerika Serikat dan Spanyol, tidak terlihat perubahan.
Sementara itu, sebagian besar negara di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia tumbuh lebih cerah. Ada pula negara yang mengalami penurunan kecerahan seperti Yaman dan Suriah yang saat ini menghadapi perang.
Cahaya terang sepanjang malam memang terlihat sangat indah, tetapi ada konsekuensi yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Biarkan malam tetap gelap
Pada 2016, American Medical Association secara resmi mengakui dampak berbahaya dari desain buruk pencahanyaan LED intensitas tinggi.
Mereka menyarankan untuk "meminimalkan dan mengendalikan pencahayaan biru lingkungan dengan menggunakan sinar biru terendah yang mungkin untuk mengurangi silau. Melatonin, zat yang merangsang tidur, sangat sensitif terhadap cahaya biru."
Tak hanya itu, sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan dalam jurnal Nature juga mengungkapkan bahwa cahaya buatan merupakan ancaman bagi penyerbukan tanaman. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi aktivitas penyerbukan oleh serangga nokturnal (aktif di malam hari).
Ditambah lagi, penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa pepohonan di daerah yang lebih terang menumbuhkan tunas mereka seminggu lebih awal dibanding daerah yang gelap.
Terakhir, penelitian yang diterbitkan awal tahun ini menemukan bahwa instalasi cahaya perkotaan telah mengubah perilaku burung yang bermigrasi secara nokturnal.
Sayangnya, karena sensor satelit tidak "melihat" cahaya biru yang dapat dilihat manusia, peningkatan kecerahan yang dialami sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dapat diukur oleh para peneliti.
"(Manusia) memaksakan rezim cahaya abnormal pada diri kita sendiri," ucap Profesor Kevin Gaston dari University of Exeter dikutip dari BBC, Rabu (22/11/2017).
"Anda sekarang berjuang untuk menemukan daerah di bagian Eropa manapun yang memiliki langit malam alami, tanpa langit yang kita semua kenal," sambungnya.
Dia juga menambahkan bahwa dia penasaran dengan terus meningkatnya polusi cahaya.
"Biasanya, ketika kita memikirkan bagaimana manusia mengacaukan lingkungan, itu adalah hal yang mahal untuk diperbaiki atau dikembalikan," ungkapnya.
"Untuk cahaya, yang perlu dilakukan hanya mengarahkannya ke tempat yang perlu kita terangi, dan tidak membuangnya ke tempat yang lain," tutupnya.
https://sains.kompas.com/read/2017/11/24/210500923/bumi-makin-terang-apa-dampak-dan-bahayanya-bagi-manusia-