Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramalan 2018 sebagai Tahun Gempa, Benar atau Isapan Jempol Belaka?

KOMPAS.com - Sebuah ungkapan mengatakan dunia tidak akan pernah berhenti berputar. Tapi faktanya, meski tidak benar-benar berhenti, sesekali pergerakan bumi melambat.

Pelambatan rotasi bumi ini berhubungan dengan aktivitas seismik (pergerakan lempeng atau patahan, red) yang memicu jumlah gempa dengan kekuatan M 7,0 atau bahkan lebih. Terutama di daerah tropis yang padat penduduk.

Hubungan antara rotasi bumi dan aktivitas seismik ini disoroti dalam sebuah makalah yang dipresentasikan bulan lalu pada pertemuan tahunan Masyarakat Geologi Amerika oleh Roger Bilham dari University of Colorado, Boulder dan Rebecca Bendick dari University of Montana, Missoula.

Dalam studi tersebut mereka menulis meski pelambatan gerak bumi hanya mengubah lama hari dalam hitungan milidetik setiap harinya, tapi hal ini berdampak pada pelepasan sejumlah besar energi inti di Bumi.

"Rotasi bumi dan aktivitas gempa memiliki korelasi yang kuat dan berakibat pada peningkatan jumlah gempa bumi yang hebat tahun depan," kata Bilham seperti dikutip dari Guardian, Sabtu (18/11/2017).

Studi ini mereka lakukan dengan meneliti katalog gempa selama 100 tahun terakhir yang berkekuatan M 7,0 atau yang lebih besar dari itu.

Peneliti menemukan lima periode di mana terjadi peningkatan jumlah gempa bumi berskala besar. Dalam periode tersebut gempa bumi besar bisa terjadi antara 25 hingga 30 kali dalam setahun.

Lantas mereka mencoba mencari korelasi antara periode aktivitas seismik dengan faktor lain, dan menemukan saat rotasi bumi sedikit menurun maka akan diikuti dengan periode peningkatan jumlah gempa bumi yang besar.

"Rotasi Bumi berubah sedikit, dalam hitungan mili detik dan itu bisa diukur dengan sangat akurat dengan menggunakan jam atom," kata Bilham.

Periode pelambatan rotasi ini menurut Bilham dan Bendick diikuti oleh periode peningkatan jumlah gempa bumi yang hebat lima tahun kemudian.

Dan kali ini periode pelambatan ini sudah dimulai sejak empat tahun yang lalu. Itu berarti tahun depan kita sudah bisa melihat peningkatan jumlah gempa bumi. Jika tahun ini hanya terjadi 6 gempa bumi, tahun depan kemungkinan bisa terjadi hingga 20 kali gempa atau tiga kali lipat lebih banyak.

Sayangnya peneliti belum memprediksi di wilayah mana gempa ini akan terjadi. Meski begitu Bilham sempat melontarkan asumsinya jika gempa bisa terjadi daerah khatulistiwa, mengingat sebagian besar gempa bumi yang hebat terjadi dekat dengan wilayah itu.

Klaim tersebut tidak didukung ahli lainnya

Salah satu yang tidak mendukung kesimpulan penelitian Bilham dan Bendick adalah Otago Earthquake Science Group.

Hal itu diungkapkan oleh profesor Mark Stirling dari University of Otago.

"Kami melihatnya hal itu sebagai korelasi kebetulan antara kejadian gempa dan fenomena yang tidak terkait," kata Stirling dikutip dari Newshub, Senin (20/11/2017).

Hal serupa juga dikatakan oleh Dr Virginia Toy yang merupakan dosen senior dari Univesity of Otago. Dia mengatakan bahwa korelasi statistik telah dibuat sebelumnya namun penelitian terbaru seharusnya tidak menimbulkan panik.

"Ada penelitian yang membahas apakah gempa bumi didahului oleh kilat atau terkait dengan pasang surut Bumi. Beberapa dari hasil korelasi hasil itu dapat dibuktikan secara statistik, tapi yang lain tidak," ujar Toy.

Dr Tim Stahl, dosen Geologi Tektonik dari University of Canterbury, mengatakan ingin melihat klaim Bilham dan Bendick dapat ditinjau oleh rekan seprofesinya.

"Penting untuk dicatat bahwa para penulis secara eksplisit menyatakan secara abstrak bahwa lokasi, waktu, atau magnitudo gempa bumi belum dapat diprediksi, bahkan jika pengamatan dan interpretasi mereka akhirnya dikonfirmasi oleh peneliti lain," kata Stahl.


https://sains.kompas.com/read/2017/11/21/200200123/ramalan-2018-sebagai-tahun-gempa-benar-atau-isapan-jempol-belaka-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke