KOMPAS.com - Hepatitis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia Bahkan, data baru yang dipresentasikan dalam Konferensi Hepatitis Dunia di Sao Paulo, Brazil pada 1-3 November 2017 memperlihatkan hal yang sangat mengkhawatirkan.
Dalam data tersebut, disebutkan bahwa ada 52 juta anak-anak yang hidup dengan virus hepatitis di seluruh dunia. Empat juta di antaranya mengidap hepatitis C, sedangkan 48 juta sisanya mengidap hepatitis B.
Kedua virus tersebut dapat menyebabkan penyakit hati, kanker hati, dan bahkan kematian.
"Anak-anak menderita beban virus hepatitis yang sangat besar di seluruh dunia, dan implikasi kesehatan masyarakat terhadap hal ini sangat besar," kata Raquel Peck, CEO Aliansi Hepatitis Dunia dikutip dari Eurekalert, Kamis (2/11/2017).
"Sebagian besar bayi dan anak yang terinfeksi tidak didiagnosis, diprioritaskan, atau diobati secara efektif," sambungnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Profesor Manal El- Sayed dari Ain Shams University, Kairo dan Dr Homie Razavi dari Polaris Observatory, Amerika Serikat, sekitar 21 negara berkembang bertangung jawab atas sekitar 80 persen infeksi hepatitis C pediatrik ini, dan penularan dari ibu merupakan salah satu penyebab utama hepatitis C pada anak.
Padahl, baik ibu hamil maupun anak-anak dengan penyakit ini sebenarnya sudah dapat diobati dengan antivirus direct-acting antiviral (DAA).
Berbagai badan dan pengawas obat dan makanan seperti FDA (Amerika Serikat) dan European Medicine Agency telah menyetujui DAA digunakan pada anak-anak berusia 12 tahun ke atas. Namun, badan kesehatan dunia (WHO) belum merekomendasikan DAA pada anak-anak.
Akibatnya, hampir semua anak hanya diobati dengan pegylated interferon (obat hepatitis yang beredar saat ini) yang belum tentu menyembuhkan virus dan memiliki banyak efek samping untuk anak-anak, termasuk kekurangan gizi, gejala influenza, anemia, dan penurunan berat badan.
"Saat ini, 4 juta anak hidup dengan hepatitis C yang dapat disembuhkan, dan 48 juta dengan hepatitis B yang sudah ada vaksinnya," kata Charles Gore, presiden Aliansi Hepatitis Dunia.
"Sudah cukup. Pemerintah dan organisasi kesehatan global harus memastikan semua anak divaksinasi untuk hepatitis B dan diberi DAA untuk hepatitis C, serta melakukan skrining untuk wanita hamil," sambung Gore.
Sebenarnya, infeksi hepatitis B baru pada anak diperkirakan menurun. Dari 4,7 persen di era pre-vaksinasi pada awal 1980-an menjadi 1,3 persen saat ini.
Hal ini diklaim karena peningkatan upaya pencegahan penularan dari ibu ke bayi dan cakupan global tiga dosis vaksin hepatitis B.
Sekarang, 84 persen negara telah menawarkan vaksin hepatitis B. Namun, cakupan dengan vaksinasi dosis awal yang dibutuhkan untuk memberi perlindungan kepada bayi baru lahir masih rendah, yaitu 39 persen.
Sementara itu, kasus hepatitis C diperkirakan terus bertambah dalam beberapa tahun mendatang karena kurangnya program pencegahan dan pengendalian untuk wanita hamil yang hidup dengan hepatitis C dan wanita usia subur.
"Anak-anak adalah masa depan. Sangat penting untuk kita bisa melakukan pencegahan sejak awal dan memberi mereka awal yang baik untuk memulai hidup. Tanpa menghilangkan virus hepatitis di antara anak-anak, hal ini tidak mungkin," tutup Peck.
https://sains.kompas.com/read/2017/11/08/180600523/makin-mengkhawatirkan-jumlah-anak-terjangkit-hepatitis-meningkat