Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Padukan DC House dan Gatrik, Sekolah di Depok Hasilkan Listrik Sendiri

DEPOK, KOMPAS.com -– Sekolah Master Indonesia (SMI), Depok, Jawa Barat bisa sedikit bernafas lega. Mahalnya listrik yang harus dibayar kini telah berkurang setelah penggunaan sumber terbarukan dari tenaga surya.

Master merupakan akronim dari ‘masjid terminal’ karena letaknya yang berada di kawasan Terminal Terpadu Kota Depok. Sekolah itu memberikan pendidikan kepada anak yang kurang mampu secara gratis.

SMI diisi oleh 1.150 anak dari berbagai jenjang, seperti PAUD, SD, SMP, dan SMA. Terdapat ruang kelas, laboratorium komputer, pendingin ruangan, studio seni, bengkel motor, bengkel las, dan ruang serbaguna yang dimanfaatkan sejak pukul 08.00 hingga 22.00 WIB.

“Biaya listrik cukup mahal. Kami pakai 6.000 watt (jadi) bisa sampai Rp 15 juta,” kata Nur Rohim, pendiri dan pembina SMI.

Pengurangan biaya listrik dilakukan atas kerjasama Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan bantuan program tanggung jawab sosial perusahan PT Wijaya Karya. Para peneliti UI membuat SMI menghasilkan listrik dengan memandukan dua konsep hasil penelitian.

“Bisa dikatakan ini kombinasi antara gatrik (galon listrik) dengan DC House,” kata Chairul Hudaya kepada Kompas.com, Sabtu (4/11/2017).

Gatrik merupakan hasil penelitian Chairul dengan Fadolly Ardin. Mereka berhasil menyabet juara I pada Pertamina Ide Gila Competition 2017 kategori Ide Bisnis dan Invoatif.

Sementara itu, DC House merupakan karya peneliti asal Indonesia, Dr Taufik, yang menjadi profesor di California Poly State University (Calpoly), Amerika Serikat. DC House merupakan sistem pengaliran listrik dengan metode direct current (DC).

Pada atap SMI, terdapat baris panel surya berukuran satu kali tiga meter dengan kapasitas 3.000 watt peak (Wp). Aliran listrik yang dihasilkan adalah DC.

Chairul mengatakan, jika menggunakan sistem konvensional, dari pembangkit listrik tenaga surya langsung masuk ke Maximum Power Point Tracking (MPPT). Tugasnya mengontrol energi yang masuk ke baterai. Lalu, inverter digunakan untuk mengubah DC menjadi AC (alternating current).

“Beban listrik itu umumnya AC seperti pada komputer. Padahal, komputer itu sendiri komponen elektronikanya adalah komponen DC", kata Chairul.

Menurut Chairul, dengan menggunakan inverter, terdapat listrik yang terbuang sebesar 20-23 persen sehingga menjadi tidak efisien. Pengurangan ini kembali terjadi saat aliran listrik masuk ke beban listrik. Misalnya, saat aliran listrik AC masuk ke lampu LED, terjadi konversi dari AC ke DC yang berkurang sekitar 20 persen.

Panel surya juga digunakan untuk mengisi gatrik yang berfungsi sebagai suplai listrik pada malam hari. Gatrik terdiri dari 52 baterai lithium-ion tipe 18650 dengan kapasitas 600 Watt hour (Wh).

“Di sekolah itu sekitar 100 Wh (lampu), kalau gatrik penuh bisa 6 jam. Hidup dari pukul 18.00. Sekolah berlangsung bisa sampai 21.00-22.00, berarti dari hanya 3 jam bisa jadi berhari-hari dengan satu gatrik. Sedangkan ini ada tiga gatrik, satu gatrik diisi sekitar 3 jam kalau kosong,” kata Chairul.

Menurut Chairul, panel surya dapat bertahan hingga 25 tahun, sedangkan gatrik bisa bertahan hingga 10 tahun.

Chairul menuturkan, sistem ini bisa digunakan pada daerah yang belum mendapatkan akses listrik. Biaya pembuatanya pun relatif murah. Untuk rumah dengan ukuran pada umumnya, Chairul berkata bahwa instalasi DC House dan gatrik hanya menghabiskan Rp 10 juta.

Chairul mengatakan, pihaknya sudah bekerjasama dengan Perusahan Listrik Negara, Wika, dan Pertamina. Dalam waktu dekat, ketiga pihak itu akan mengembangkan listrik untuk di wilayah yang terpencil.

“Jadi kami bagi-bagi peran untuk triple helix. Kami tidak mau masuk ke dalam bisnis. Kami tugasnya meneliti,” kata Chairul.

https://sains.kompas.com/read/2017/11/05/200700923/padukan-dc-house-dan-gatrik-sekolah-di-depok-hasilkan-listrik-sendiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke