Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kanker Bisa Dilawan, Djap Kie Nam Telah Membuktikannya

KOMPAS.com -- Djap Kie Nam sudah delapan tahun sembuh dari kanker. Ketika ditemui di acara Living your Best Life with Cancer yang diadakan oleh Parkway Cancer Center (PCC) di Jakarta, Jumat (4/11/2017) kemarin, dia masih kuat untuk berjalan sendiri dan berbicara dengan wartawan.

Tidak akan ada yang mengira bahwa pria berusia 69 tahun ini pernah didiagnosis dengan kanker serius.

Pada 2009, Djap tiba-tiba mengalami kesulitan makan. Apa pun yang masuk dimuntahkannya kembali. “Dalam tiga hari, (berat badan) berkurang enam kilogram,” katanya.

Bersama keluarganya, dia pun memeriksakan diri ke dokter dan didiagnosis dengan  tumor ganas di esofagus. Dokter pun menyarankannya untuk berobat ke Singapura atau Shanghai.

Suyono, putra Djap, mengatakan, pas pertama dengar ya (kami) takut. Tapi kalau saya sih lebih suka cari informasi di internet.

Itulah yang dilakukan Suyono. Dia menelepon seluruh kerabatnya untuk mencari informasi ke mana mereka mengobati kanker, dan akhirnya, pilihan jatuh kepada Dr Ang Peng Tiam di PCC, Singapura.

Apa yang dilakukan oleh Djap?                                                                                             

Dr Ang turut hadir di acara yang sama.

Dia mengatakan, Anda harus mengerti bahwa pasien kanker punya banyak fase dalam perjalanannya. Dari saat mereka diberitahu bahwa mereka mengidap kanker, akan ada banyak hal yang berubah dalam hidupnya.

“Hal pertama yang dia pikirkan adalah ‘Apakah aku akan mati?’, karena bagi banyak orang, diagnosis kanker sama dengan kematian,” ujarnya.

Ya, mungkin itulah yang dipikirkan oleh Djap yang dijuluki oleh Dr Ang sebagai “contoh hidup dari seseorang yang telah melawan kanker”.  Namun, dia memilih untuk tidak panik dengan dukungan dari keluarganya yang sangat kuat.

Menurut Dr Ang, dukungan keluarga dan teman adalah yang paling penting untuk pasien kanker, disusul dengan tim dokter dan rumah sakit yang cocok.

“Saya sudah melihat sendiri, pasien yang punya dukungan keluarga, teman, atau kelompok agama yang kuat lebih baik daripada pasien dengan keluarga yang sering bertengkar,” katanya.

Nah, bagaimana memilih dokter yang baik? Suyono berkata bahwa hal tersebut tergantung dari kecocokan, dan Dr Ang sependapat dengannya.

Dia juga menambahkan bahwa kejujuran sangat penting dari seorang dokter yang menangani pasien kanker. Bila pasien memang tidak dapat disembuhkan, maka dokter harus berfokus untuk mempertahankan kualitas hidupnya dan mengontrol penyakitnya.

“Jadi tidak boleh berbohong, harus selalu jujur, dan memberikan harapan. Salah jika semua pasien yang masuk diberi tahu bahwa mereka bisa sembuh,” katanya.

Setelah dokter menentukan apakah pasien punya kanker atau tidak, di bagian mana kanker berada, dan di stadium berapa; dokter kemudian harus mengarahkan pasien.

“Pasien punya pilihan untuk percaya atau tidak. Jika pasien percaya, dia meletakkan perawatannya di tangan dokter dan dokter akan melakukan yang terbaik untuknya. Namun, dia juga bisa mencari dokter lain. Jadi, yang paling penting adalah, apakah ada kepercayaan dalam interaksi,” kata Dr Ang.

Arahan untuk Djap

Untuk kasus kanker seperti Djap, sebenarnya ada banyak pilihan perawatan. Ada operasi besar, di mana kanker diangkat dan lambung ditarik kembali ke esofagus. Selain itu, ada juga kemoterapi, radioterapi, atau bahkan obat-obatan tradisional China.

Namun, Dr Ang memilih untuk menyarankan kemoterapi dahulu yang menurut dia memiliki kemungkinan besar untuk membersihkan kanker Djap tanpa operasi.

“Ada banyak cara menangani pasien. Kalau aku sangat sederhana. Seandainya pasien ini adalah saudara atau ayah saya, bagaimana cara terbaik supaya dia tetap hidup. ‘Sebagai dokter, karena aku bukan Tuhan, inilah yang terbaik untuk Anda’,” ujar Dr Ang.

Ternyata, hasilnya sangat baik. Setelah tiga kali kemoterapi, kanker Djap mulai tidak terlihat, dan setelah kemoterapi ke empat, Djap sehat hingga sekarang.

Dr Ang menuturkan, Anda mungkin tanya, kok bisa Djap hidup, tapi pasien lain dengan perawatan yang sama (malah) mati? Ada tiga faktor yang menentukan hidup dan mati: komponen medis atau dokter, komponen pasien, dan komponen Tuhan.

Untuk komponen pertama, pertanyaannya adalah apa kemajuan sains dalam menangani penyakit ini, dan apakah dokter telah menggunakan dosis dan perawatan yang tepat?

Komponen kedua adalah pasien dan dukungan keluarganya.

“Pasiennya sendiri harus memiliki mental yang kuat. ‘Saya tidak mau mati. Saya akan terus melawan dan terus hidup. Saya sebenarnya tidak nafsu makan, tapi akan saya paksa karena saya mau sembuh. Meskipun saya lelah, saya terus latihan supaya sembuh.’,” jelas Dr Ang.

Lalu, bagaimana bila Anda tidak seberuntung Djap dan tidak memiliki dukungan keluarga yang kuat?

Anda bisa mencari layanan seperti CanHope dari PCC yang menyediakan konseling dan mengadakan aktivitas bersama support group, serta memberikan saran terkait asupan nutrisi, rehabilitasi, dan edukasi terkait penyakit kanker.

“Ada pasien yang tidak butuh rehabilitasi karena punya mental dan dukungan yang kuat, tetapi ada juga yang butuh konseling. Setelah sembuh pun, ada pasien yang jadi takut akan makanan dan khawatir bila penyakitnya kembali lagi,” kata Dr Ang.

“Terkadang pasien hanya butuh bicara dengan pasien lain agar tahu bahwa mereka tidak sendirian,” sambungnya.

Sementara itu, komponen ketiga adalah Tuhan. Dr Ang meyakini bahwa meskipun dokter dan pasien telah berusaha, terkadang kematian memang sudah ditakdirkan.

“Sebuah bangku untuk berdiri harus punya setidaknya tiga kaki. Di sini, kakinya adalah dokter, pasien, dan Tuhan,” katanya.

https://sains.kompas.com/read/2017/11/04/190600023/kanker-bisa-dilawan-djap-kie-nam-telah-membuktikannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke